ISTILAH SOSIOLOGI
A. Pengertian Sosiologi
Istilah sosiologi secara harfiah berasal dari
kata socius (Latin) yang diartikan sebagai teman dan logos (Yunani)
yang diartikan sebagai ilmu. (Luth,
2004: 3)
Perpaduan antara bahasa Latin dan Yunani tersebut
menghasilkan pengertian sosiologi secara istilah yaitu suatu ilmu tentang
hubungan antara sesama teman. Lebih luas lagi, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari interaksi manusia dalam masyarakat.
Dengan melihat pengertian secara harfiah saja
dapat diketahui bahwa sosiologi merupakan bagian dari ilmu sosial. Hal itu
dapat kita peroleh dengan membandingkan kata sosiologi dalam bahasa lain,
misalnya sosietas (Latin) dan society (Inggris).
Sosiologi dapat dikatakan sebagai ilmu masyarakat. Namun hal itu tidak lantas
menjadikan arti sosiologi adalah ilmu masyarakat karena masih banyak ilmu ilmu
lain yang juga mempunyai objek masyarakat. Sebagai contoh ilmu ekonomi, ilmu
hukum, ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu komunikasi, dan sebagainya.
Masing-masing cabang ilmu sosial tersebut mempunyai penekanan yang berbeda. dan
ilmu yang mengkaji berbagai fenomena di masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam
ilmu sosial termasuk sosiologi.
Berikut pengertian sosiologi yang diberikan oleh
para ahli:
1. Van der Zanden (1979)
membatasi sosiologi sebagai studi ilmiah tentang interaksi manusia.
2. Anthony Giddens (1989)
mengatakan bahwa sosiologi merupakan studi tentang kehidupan sosial manusia,
kelompok, dan masyarakat.
3. Max Weber (1864-1920)
berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tindakan sosial.
4. Reucek dan Warren (1962)
mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan
antar manusia kelompok-kelompok.
5. Selo Soemardjan dan Soeleman
Soemardi (1965) menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalh ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial. (Luth, 2004:
3)
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli
tersebut terdapat satu penekanan yang sama yaitu terdapat unsur interaksi atau
hubungan sosial antar warga masyarakat.
B. Latar Belakang Sosiologi dan
Perkembangannya
Seperti halnya ilmu sosial lainnya, sosiologi
lahir untuk menjawab keingintahuan tentang keberadaan masyarakat. Sosiologi
lahir pertama kali di Eropa Barat setelah terjadinya dua revolusi besar yaitu
revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial di Perancis atau dikenal
dengan revolusi perancis. (Luth, 2004:
4)
Hal itu berarti bahwa sosiologi lahir untuk
menjawab rasa keingintahuan tentang masyarakat Eropa Barat terutama setelah
terjadinya revolusi industri di Inggris dan revolusi Perancis. Disatu pihak
kedua revolusi tersebut menjanjikan perubahan secara cepat dan melahirkan
masyarakat modern, lebih maju, dan lebih sejahtera. Tapi disisi lain, kenyataan
menunjukkan bahwa kedua revolusi tersebut telah menimbulkan berbagai kekacauan
dan terkikisnya rasa persaudaraan atau keakraban antarwarga masyarakat. Dengan
kata lain perubahan itu telah menimbulkan masalah, yaitu apa yang diharapkan
berbeda dengan kenyataan. Sehingga masyarakat berinteraksi dengan pola baru
yang terbentuk dengan sendirinya.
Untuk menjawab keadaan masyarakat
tersebut, Auguste Comte memberikan jawabannya pada bukunya sendiri
yang berjudul Positive Philosophy dan menamai ilmu yang
mengkaji kehidupan masyarakat ini Sosiologi.
Sejak saat itu, ilmuwan mulai mengembangkan secara
nyata ilmu baru yang diberi nama sosiologi tersebut dan mulai menjadikan
sosiologi sebagai mata kuliah baik di Eropa Barat maupun di Amerika Serikat. Di
Indonesia, sosiologi baru dikenal tahun 1950-an, bersamaan dengan datangnya
beberapa orang Indonesia yang memperdalam ilmu sosiologi mereka di Amerika
Serikat, Inggris dan Belanda. Pada tahun 1980-an muncul ahli-ahli sosiologi
Indonesia dari berbagai perguruan tinggi.
C. Ruang Lingkup
1. Sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan
Untuk mengetahui secara pasti bahwa sosiologi
dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan dengan terlebih dahulu mengetahui apa
yang dimaksud ilmu pengetahuan.
Soerjono Soekanto (1982: 5) menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara
sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan tersebut selalu
dapat dikontrol atau diperiksa dengan kritis oleh setiap orang yang ingin
mengetahuinya.
Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa ilmu itu meliputi:
a. Pengetahuan
(knowledge)
b. Metode untuk
memperoleh pengetahuan
c. Disusun
secara sistematis.
Dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang
diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah dan disusun secara sistematis.
Sedangkan kriteria suatu ilmu dikatakan sebagai
ilmu pengetahuan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
a. Bersifat
empiris
b. Bersifat
teoritis
c. Bersifat
kumulatif
d. Bersifat
non-etis.
Dalam Soekanto
(1982: 13), disebutkan bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang
berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan,
yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut.
a. Sosiologi bersifat
empiris, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b. Sosiologi bersifat teoritis,
yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari
hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang
tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab
akibat, hingga menjadi teori.
c. Sosiologi bersifat
kumulatif ini berarti teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori- teori
yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus
teori-teori yang lama, hingga menjadi baik atau dapat mencapai kesempurnaan.
d. Sosiologi bersifat non-etis,
yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya
adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
2. Sosiologi
sebagai ilmu sosial
Sosiologi masuk dalam kategori rumpun-rumpun ilmu
sosial dikarenakan permasalahan dalam ilmu sosial pada umumnya membicarakan
kehidupan sosial manusia, masyarakat atau kehidupan bersama. Sedangkan
sosiologi dapat dikatakan ilmu yang membahas tentang masyarakat.
Masyarakat yang menjadi objek ilmu-ilmu sosial
dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa segi; ada segi ekonomi
yang antara lain bersangkut paut dengan produksi, distribusi dan penggunaan
barang-barang dan jasa-jasa; ada pula segi kehidupan politik yang antara lain
berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat; dan lain-lain segi
kehidupan. (Soekanto, 1982: 14)
Dengan demikian sudah jelas bahwa sosiologi
merupakan bagian dari ilmu sosial, karena yang menjadi bahasan adalah
masyarakat. Terdapat perbedaan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainya, letak
perbedaan sosiologi dengan ilmu sosial lainnya dapat dilihat dari bahasan
tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari unsur-unsur kemasyarakatan secara
keseluruhan. Sedangkan pada ilmu sosial lainnya hanya pada segi-segi khusus
dari masyarakat tersebut. Misalnya ilmu ekonomi berusaha membahas mengenai
usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ilmu politik hanya mempelajri
mengenai kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Sedangkan
sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi masyarakat yang bersifat umum dan
berusaha untuk mendapatkan pola-pola umumnya.
Dari beberapa contoh perbandingan tersebut, dapat
ditegaskan bahwa ilmu sosiologi termasuk dalam lingkup ilmu-ilmu sosial yang
membahas masyarakat dari berbagai segi dan sudut pandang yang berbeda-beda.
Begitu pula dengan sosiologi yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan dan
hubungan-hubungan antara individu-individu di dalam masyarakat tersebut.
TATA SOSIAL , SISTEM SOSIAL DAN REALITAS
SOSIAL
Tata Sosial
Tata sosial biasa diartikan dengan Struktuk sosial. Tata sosial adalah tatanan dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-bata perangkat unsur-unsur sosial yang mengacu pada suatu keteraturan prilaku didalam masyarakat.
Tata sosial biasa diartikan dengan Struktuk sosial. Tata sosial adalah tatanan dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-bata perangkat unsur-unsur sosial yang mengacu pada suatu keteraturan prilaku didalam masyarakat.
Struktur sosial termasuk bagian penting dalam kajian sosiologi dan antropologi karena mempelajari banyak hal yang menyangkut hubungan manusia dalam masyarakat. Struktur sosial meliputi unsur-unsur seperti pranata, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial
Sistem Sosial
Pengertian Sistem Menurut Indrajit (2001: 2)
mengemukakan bahwa sistem mengandung arti kumpulan-kumpulan dari
komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya.
Pengertian Sistem Menurut Jogianto (2005: 2)
mengemukakan bahwasistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan
kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan
orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
Pengertian Sistem Menurut Murdick, R.G, (1991
: 27) Suatu sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau
procedure-prosedure/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian
atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu
rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau
barang. .
Pengertian Sistem Menurut Jerry FutzGerald, (1981
: 5) Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Pengertian Sistem Menurut Davis, G.B, (1991 :
45 ) Sistem secara fisik adalah kumpulan dari elemen-elemen yang beroperasi
bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran
Definisi Sistem Menurut Dr. Ir. Harijono
Djojodihardjo (1984: 78) “Suatu sistem adalah sekumpulan objek yang
mencakup hubungan fungsional antara tiap-tiap objek dan hubungan antara ciri
tiap objek, dan yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan secara
fungsional.”
Definisi Sistem Menurut Lani Sidharta (1995:
9), “Sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang
secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang sama”
Sistem
sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling
mengalami ketergantungan dan keterkaitan. (Teori Sibenertika Parson)
Ciri-ciri
khusus dari satu sistem adalah:
a.Sistem terdiri dari banyak bagian/komponen.
b.Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama lain dalam pola saling ketergantungan.
c.Keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya. (lebih kearah kualitas. kontribusi dari komsumen yang satu dan yang lain)
Talcott Parsons : Sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya saling ketergantungan antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu sistem yaitu bahwa sistem sosial cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.
Unsur-unsur sistem social Suatu sistem sosial yang menjadi pusat perhatian barbagai ilmu sosial pada dasarnya merupakan wadah dari proses-proses dan pola-pola interaksi sosial.Menurut Soryono Soekanto unsur-unsur pokok suatu sistem sosial adalah:
1.Kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak.
2.Perasaan dan pikiran yaitu suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
3.Tujuan merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya.
4.Kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap/berperilaku secara pantas.
5.Kedudukan dan peranan: kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertical sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik secara structural maupun prosesual.
6.Penguasaan yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
7.Sanksi-sanksi positif dan negative.
8.Fasilitas
9.Keserasian dan kelangsungan hidup
10.Keserasian antara kualitas hidup dengan lingkungan
Menurut Margono slamet mengatakan suatu sistem sosial dipengaruhi :
1.Ekologi, tempat, dan geografi (dimana masyarakat itu berada).
2.Demografi yang menyangkut populasi, susunan, dan cirri-ciri populasi.
3.Kebudayaan menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan norma-norma dalam masyarakat.
4.Kepribadian meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan cirri-ciri psikologis masyarakat.
5.Waktu.
a.Sistem terdiri dari banyak bagian/komponen.
b.Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama lain dalam pola saling ketergantungan.
c.Keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya. (lebih kearah kualitas. kontribusi dari komsumen yang satu dan yang lain)
Talcott Parsons : Sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya saling ketergantungan antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu sistem yaitu bahwa sistem sosial cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.
Unsur-unsur sistem social Suatu sistem sosial yang menjadi pusat perhatian barbagai ilmu sosial pada dasarnya merupakan wadah dari proses-proses dan pola-pola interaksi sosial.Menurut Soryono Soekanto unsur-unsur pokok suatu sistem sosial adalah:
1.Kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak.
2.Perasaan dan pikiran yaitu suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
3.Tujuan merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya.
4.Kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap/berperilaku secara pantas.
5.Kedudukan dan peranan: kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertical sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik secara structural maupun prosesual.
6.Penguasaan yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
7.Sanksi-sanksi positif dan negative.
8.Fasilitas
9.Keserasian dan kelangsungan hidup
10.Keserasian antara kualitas hidup dengan lingkungan
Menurut Margono slamet mengatakan suatu sistem sosial dipengaruhi :
1.Ekologi, tempat, dan geografi (dimana masyarakat itu berada).
2.Demografi yang menyangkut populasi, susunan, dan cirri-ciri populasi.
3.Kebudayaan menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan norma-norma dalam masyarakat.
4.Kepribadian meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan cirri-ciri psikologis masyarakat.
5.Waktu.
Realitas Sosial
Realitas sosial
adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh
sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara
ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir
secara jeli serta menghindari penilaian normatif.
Realitas sosial
merupakan suatu peristiwa yang memang benar – benar terjadi di tengah masyarakat.
Sebagai contoh : Seorang pemulung yang mencari nafkah dengan memungut barang
bekas yang masih bisa untuk di daur ulang, pengemis di jalanan, WTS yang
mencari nafkah demi untuk melanjutkan hidup. Itu semua adalah sebagian kecil
hal yang terjadi di tengah masyarakat pada saat ini.
Realitas sosial
berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau kenyataan, dan terdiri
dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Sebagian ulama
seperti John Searle percaya bahwa realitas sosial dapat dibentuk secara
terpisah dari setiap individu atau ekologi sekitarnya (bertentangan dengan
pandangan psikologi persepsi termasuk JJ Gibson, dan orang-orang yang paling
ekologis teori ekonomi) .
Yang paling terkenal
prinsip realitas sosial adalah “kebohongan besar”, yang menyatakan bahwa
kebohongan yang luar biasa lebih mudah untuk meyakinkan orang-orang yang kurang
heboh daripada kebenaran. Banyak contoh dari politik dan teologi, e.g. klaim
bahwa Kaisar Romawi ternyata adalah seorang “dewa”, menunjukkan bahwa prinsip
ini dikenal dengan efektif propagandis dari awal kali, dan terus diterapkan
hingga hari ini, misalnya model propaganda Noam Chomsky dan Edward S. Herman,
yang mendukung ‘kebohongan besar’ tesis dengan lebih spesifik.
Masalah realitas sosial
telah diperlakukan secara mendalam oleh para filsuf dalam tradisi
fenomenologis, terutama Alfred Schütz, yang menggunakan istilah dunia sosial
untuk menunjuk ini tingkat realitas yang berbeda. Sebelumnya, subjek telah
dibahas dalam sosiologi serta disiplin ilmu lainnya. Herbert Spencer, misalnya,
istilah super-organik untuk membedakan tingkat sosial realitas di atas biologis
dan psikologis.
Saat ini, berdasarkan
realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana
kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu
terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan
besar dalam kehidupan umat manusia. Kita telah mengalami masa peralih dari
masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.Contoh realitas sosial adalah
konflik, kematian, proses hukum, kriminalitas, olah raga, seni budaya, krisis
ekonomi dan lain-lain. Sedangkan realitas personal contohnya adalah mimpi dan
hal-hal privacy lainnya yang tidak diperkenankan menjadi bahan dasar penulisan
berita. Itu berarti jurnalisme tidak mungkin menjadikan realitas personal
sebagai bahan penulisan berita karena hakikat jurnalisme adalah sosial untuk
kepentingan publik.
TEORI SOSIOLOGI
A.Pengertian Teori
Teori merupakan hubungan antara dua variabel
atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel merupakan merupakan
karakteristik dari orang –orang, benda-benda, atau keadaan yang mempunyai
nilai-nilai yang berbeda.
Teori-teori sosiologi memiliki kegunaan antara
lain yaitu, sebagai berikut :
a. Suatu
teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta
diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.
b. Teori
memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang
memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c. Teori
berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari
oleh sosiologi.
d. Suatu
teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting
untuk penelitian.
e. Pengetahuan
teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial,
yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah mana masyarakat akan
berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada
dewasa ini.
B. Sejarah Teori Sosiologi
1. Perhatian masyarakat sebelum Comte
1. Plato :
Menelaah masyarakat secara sistematis dengan merumuskan teori organis tentang
masyarakat yang mencakup bidang kehidupan ekonomi dan sosial
2. Aristoteles : Melakukan
analisis terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat
3. Ibn
Khaldun : Mengemukakan
beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian sosial dan peristiwa dalam
sejarah
4. Zaman
Renaissance : tercatat nama-nama Thomas More dan Campanella mengenai masyarakat
ideal.
5. N.
Machiavelly : mengemukakan mengenai bagaimana cara mempertahankan kekuasaan
6. Hobbes :
menulis mengenai keadaan alamiah manusia yang didasari pada
keinginan-keninginan mekanis sehingga manusia selalu saling berkelahi (kontrak
sosial)
7. john
Locke dan JJ Rausseau : menulis mengenai kontrak sosial
8. Saint
Simon : menulis tentang manusia yang hendaknya dipelajari dalam kehidupan
berkelompok
2. Sosiologi Auguste Comte ( 1798-1853)
Auguste Comte yang pertama –tama memakai istilah
“sosiologi” adalah orang yang pertama membedakan antara ruang lingkup dan isi
sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu –ilmu pengetahuan lainnya.
Menurut Comte (The positive Philosopy:1896) ada tiga tahap perkembangan
intelektual, yang masing –masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya.
Tahap pertama dinamakan tahap teologis atau
fiktif, yaitu suatu tahap di mana manusia menafsirkan gejala –gejala di
sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan –kekuatan yang
dikendalikan roh dewa –dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penyesuaian ini sangat
penting bagi manusia karena manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya.
Tahap Kedua merupakan perkembangan dari tahap
pertama adalah tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan –kekuatan inti tertentu yang pada
akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh cita
–cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita –cita
terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum –hukum
alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas ilmu
pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari
perkembangan manusia.
Hal yang paling menonjol dari sistematika Comte
adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan paling
kompleks, dan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan
pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dari gejala
sosial. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan dinamis.
Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi
dasar dari adanya masyarakat sedangkan sosiologi dianmis merupakan teori
tentang perkembangan dalam arti pembangunan.
3. Teori –teori Sosiologi Sesudah Comte
Mazhab Geografi dan Lingkungan
Teori –teori yang digolongkan dalam mazhab ini
adalah ajaran dari Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) dan Le Play dari
Prancis (1806-1888). Menurut Buckle, adanya pengaruh keadaan alam terhadap
masyarakat. Di dalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturan
hubungan antara keadaan alam dengan tingkah laku manusia.
Le play seorang insinyur pertambangan, memulai
analisis keluarga sebagai unit sosial yang fundamental dari masyarakat.
Organisasi keluarga ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu
cara mereka bermata pencaharian. Hal tersebut sangat tergantung pada lingkungan
timbal – balik antara factor –faktor tempat, pekerjaan dan manusia
(masyarakat). Atas dasar faktor-faktor tersebut, maka dapat ditemukan
unsur-unsur yang menjadi dasar adanya kelompok-kelompok yang lebih besar, yang
memerlukan analisis terhadap semua lembaga-lembaga politik dan sosial suatu
masyarakat tertentu.
Pentingnya Mazhab ini adalah menghubungkan
faktor keadaan alam dengan faktor-faktor struktur organisasi sosial. Teori ini
mengungkapkan adanya korelasi antara tempat tinggal dengan adanya aneka ragam
karekteristik kehidupan sosial suatu masyarakat.
Mazhab Organis dan Evolusioner
Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentang
masyrakat atas dasar data empiris yang kongkret. Dalam hal ini dia telah
memberikan suatu model kongkret yang secara sadar maupun tidak sadar diikuti
oleh para sosiologi sesudah dia. Menurut Spencer, akan bertambah sempurna
apabila bertambak kompleks dan dengan adanya referensiasi antara
bagian-bagiannya. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan
semakin sempurna sifatnya.
Spencer
sebetulnya bermaksud untuk membuktikan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada
tahap pra industri secara intern tidak stabil karena terlibat dalam
pertentangan-pertentangan diantara mereka sendiri. Selanjutnya dia berpendapat
(dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology ; 3 jilid) bahwa pada
masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap, akan ada suatu
stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai.
Seorang
sosiologi Amerika yang sangat terpengaruh oleh metode analisis Spancer adalah W.G. Summer (1840-1910). Salah satu
hasil karyanya adalah Folkways yang merupakan karya klasik dalam keputusan
sosiologi. Folkways dimaksud dengan kebiasaan-kebiasaan sosial yang timbul
secara tidak sadar dalam masyarakat, yang menjadi bagaian dari tradisi.
Mazhab
Formal
Menurut
Simmel elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang
mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. selanjutnya Simmel
berpendapat, sesorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses
individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan
mungkin seseorang mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok.
Leopold
Von Wiese (1876-1961) berpendapat bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian
pada hubungan-hubungan antara manusia tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan
maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan pengamatan terhadap perilaku
kongkret tertentu. Ajarannya bersifat empiris dan berusaha untuk
mengadakan kuantifikasi terhadap proses-proses sosial yang
terjadi. Proses sosial merupakan hasil perkalian dari sikap dan
keadaan, yang masing-masing dapat diuraikan ke dalam unsur-unsurnya secara
sistematis.
Alfred
Vierkandt (1867-1953) menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi
mental. Situasi tersebut tak dapat dianalisis secara tersendiri, tetapi
merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu
dan kelompok dalam masyarakat.
Mazhab
Psikologi
Gabriel
Tarde (1843-1904) dari Prancis, dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan
awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi
antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari
kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan. Dengan demikian keinginan
utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan gejala-gejala sosial didalam
kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang.
Mazhab
Ekonomi
Ajaran
ini dikemukakan oleh Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber
(1864-1920). Marx berpendapat telah mempergunakan metode-metode
sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang
menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan di mana ada keadilan
sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka
pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan.
Tingkah
laku individu-individu dalam masyarakat dapat diklasifikasikan empat tipe ideal
aksi sosial, yakni :
1. Aksi
yang bertujuan, yakni tingkah laku yang ditunjukan untuk mendapatkan
hasil-hasil yang efisien.
2. Aksi
yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yang diartikan sebagai perbuatan
untuk merealisasikan dan mencapai tujuan.
3. Aksi
tradisional yang menyangkut tingkah laku yang melaksanakan suat aturan yang
bersanksi.
4. Aksi
yang emosional, yaitu yang menyangkut perasaan seseorang.
Mazhab
Hukum
- Hukum
menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringannya
tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan
masyarakat tentang baik buruknya suautu tindakan. Di dalam masyarakat dapat
ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum, yaitu sanksi yang represif dan
sanksi yang restitutif.
- Menurut
Weber, ada empat tipe ideal hukum, yaitu :
1. Hukum
Irasional dan materiil, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim
mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa
menunjuk pada suatu kaidahpun.
2. Hukum
irasional dan formal, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman
pada kaidah-kaidah di luar akal karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
3. Hukum
rasional dan materiil, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang
dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa,
atau ideologi.
4. Hukum
rasional dan formal, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar
konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.
4.
Metode-Metode Dalam Sosiologi
Pada
dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode yaitu :
Metode
Kualitatif, mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur dengan
angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun
bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode
kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif.
Metode
Kuantitatif, mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga
gejala-gejala yang teliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala,
indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu
pasti atau matematika.
NILAI SOSIAL , NORMA SOSIAL DAN PERUBAHAN
SOSIAL
NILAI SOSIAL
I.
Defenisi Nilai Sosial
Nilai sosial
adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh,orang menanggap
menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.
Nilai sosial
sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.Untuk menentukan sesuatu itu
dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila antara masyarakat
yangsatu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh,
masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam
persainganakan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara apda masyarakat
tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan
mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun
II. Fungsi Nilai Sosial
Fungsi nilai
sosial adalah sebagai berikut :
1. Memberikan seperangkat alat untuk
menetapkan harga social dari suatu kelompok.
2. Mengarahkan masyarakat dalam berfikir
dan bertingkahlaku.
3. Merupakan penentu akhir bagi manusia
dalam memenuhi peranan sosialnya.
4. Sebagai alat solidaritas bagi kelompok.
5. Sebagai alat control perilaku manusia.
III. Ciri-ciri Nilai Sosial
1.
Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta
melalui interaksi sosial,
2.
Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses
sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi
tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa
disadari lagi (enkulturasi),
3.
Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
4.
Nilai sosial bersifat relative,
5.
Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
6.
Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
7.
Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
8.
Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
9.
Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
IV. Jenis – Jenis Nilai Sosial
Nilai Sosial dapat dilihat dari
berbagai bentuk yaitu :
(1) Nilai material, yakni meliputi berbagai
konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
(2) Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi
yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam
melaksanakan berbagai aktivitas, dan
(3) Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai
konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan
rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia
(cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika),
nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai
keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari
Tuhan.
NORMA SOSIAL
I. Defenisi Norma Sosial
Norma sosial
adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma sering
juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang
pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya.Keberadaan norma dalam
masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai
dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar
hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib
sebagaimana yang diharapkan. Norma tidak boleh dilanggar.
Siapa pun yang
melanggar norma atau tidak bertingkah
laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh
hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas,
bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial.
Pada awalnya,
aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun
atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib,aturan,
dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.
II. Ciri – Ciri Norma Sosial
Ada beberapa ciri yang dimiliki
norma sosial. Apa sajakah ciri-ciri tersebut? Mari kita identifikasi bersama.
· Pada umumnya norma sosial tidak tertulis
atau lisan. Misalnya adat istiadat, tata pergaulan, kebiasaan, cara, dan lain
sebagainya. Kecuali norma hukum sebagai tata tertib yang bersifat tertulis.
Kaidah-kaidah ini disepakati oleh masyarakat dan sanksinya mengikat seluruh
anggota kelompok atau masyarakat.
· Hasil kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat
pada wilayah tertentu. Hasil ini merujuk pada kebudayaan wilayah setempat
mengenai tata kelakuan dan aturan dalam pergaulan.
· Bersifat mengikat, sehingga seluruh warga
masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya dengan sepenuh hati.
· Ada sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya
sesuai dengan kesepakatan bersama.
· Norma sosial bersifat menyesuaikan dengan
perubahan sosial. Artinya norma sosial bersifat fleksibel dan luwes terhadap
perubahan sosial. Setiap ada keinginan dari masyarakat untuk berubah, norma
akan menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Meskipun tidak berubah seluruhnya,
aturan ini pasti akan mengalami perubahan.
III. Fungsi Norma Sosial
Dalam kehidupan masyarakat, norma
memiliki beberapa fungsi atau kegunaan. Apa sajakah fungsi norma dalam
kehidupan masyarakat? Kita mengenal beberapa fungsi norma, yaitu sebagai
berikut.
1.
Pedoman hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah tertentu.
2.
Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Mengikat
warga masyarakat, karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang tegas
bagi para pelanggarnya.
4.
Menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam masyarakat.
5. Adanya
sanksi yang tegas akan memberikan efek jera kepada para pelanggarnya, sehingga
tidak ingin mengulangi perbuatannya melanggar norma.
IV. Macam-macam Norma Sosial
Norma-norma yang
berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu norma
agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, dan hukum.
1.
Norma Agama
Norma agama adalah
suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat
mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para pemeluk dan penganutnya. Yang taat
akan diberikan keselamatan di akhirat, sedangkan yang melanggar akan mendapat
hukuman di akhirat. Agama bagi masyarakat Indonesia mampu membentuk religius
yang hidup penuh kesenangan jasmani dan rohani. Di Indonesia, agama terbagi
atas 5 bagian yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Contoh :
·
Norma agama Islam antara lain adalah
kewajiban melaksanakan hukum Islam dan rukun Imam.
·
Dalam agama Kristen, kewajiban menjalankan sepuluh perintah Allah.
·
Dalam agama hindu, kepercayaan terhadap reinkarnasi, yaitu adanya kelahiran
kembali bagi manusia yang telah meninggal sesuai karmanya, sesuai dengan
kehidupan di masa lampau.
2.
Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan
didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat
universal. Artinya, setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan
perwujudannya saja yang berbeda. Misalnya, perilaku yang menyangkut nilai
kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan pengkhianatan, pada umumnya
ditolak oleh setiap masyarakat di mana pun.
3.
Norma Kesopanan
Norma kesopanan
adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di
masyarakat seperti cara berpakaian, cara bersikap dalam pergaulan, dan
berbicara. Norma ini bersifat relatif. Maksudnya, penerapannya berbeda di
berbagai tempat, lingkungan, dan waktu. Misalnya, menentukan kategori pantas
dalam berbusana antara tempat yang satu dengan yang lain terkadang berbeda.
Demikian pula antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Contoh :
· Tidak
memakai perhiasan dan pakaian yang mencolok ketika berkabung.
· Mengucapkan
terima kasih ketika mendapatkan pertolongan atau bantuan.
· Meminta
maaf ketika berbuat salah atau membuat kesal orang lain.
4.
Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan
merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang yang tidak melakukan norma
ini biasanya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
Contoh
:
·
Kebiasaan melakukan “selametan” atau doa bagi anak yang baru dilahirkan.
·
Kegiatan mudik menjelang hari raya.
·
Acara memperingati arwah orang yang sudah meninggal pada masyarakat Manggarai,
Flores.
5.
Norma Hukum
Norma hukum adalah
himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat (negara). Sanksi norma hukum bersifat mengikat dan
memaksa. Sanksi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan,
yaitu negara. Ciri norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat
sebagai ketentuan yang sah dan terdapat penegak hukum sebagai pihak yang
berwenang memberikan sanksi. Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan
suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
Contoh :
·
Tidak melakukan tindak kriminal, seperti mencuri, membunuh, menipu.
·
Wajib membayar pajak.
·
Memberikan kesaksian di muka siding pengadilan.
PERUBAHAN SOSIAL
I.
Definisi Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses di
mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan
tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh
para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa
tediri dari tiga tahap:
- Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
- Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
- Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Dalam menghadapi perubahan sosial
budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian
atau definisi perubahan sosial (dan Wilbert E. Maore, Order and Change,
Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3.
perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah
banyak membicarakannya.
Menurut Max Weber dalam Berger
(2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir
rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat
dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya: (1) tindakan untuk
mencapai satu tujuan tertentu, (2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai
tertentu, (3) tindakan emosional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat
kebiasaan (tradisi).
Aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan
langsung datangnya dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut
kenaikan upah atau gaji, menuntut perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain.
Aksi sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya
dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan
daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan
aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan
ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk mendidik dan melatih keberanian
rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi,
menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk
meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan McMurtry
(2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial
yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang
menghadapi beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial dalam masyarakat
bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan sebuah proses.
Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh anggota
masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk
memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen
perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang
secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya
dikenal dengan model force-field
yang diklasifikasi sebagai model power-based
karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan
terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau
organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces)
akan berhadapan dengan penolakan (resistences)
untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat
diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya,
atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2) Changing,
merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing,
membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada
dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur
tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang
melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan
stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan
kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.
Lippit (1958) mencoba
mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam
tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima tahap perubahan
yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin. Walaupun
menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1)
tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi
yang ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi perubahan,
dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan
oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial dalam mekanisme
interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan
terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan
tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan
penolakan (resistences) untuk
berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen perubahan menjadi
sangat penting dalam memberikan kekuatan driving
force.
Atkinson (1987) dan Brooten
(1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan atau proses yang
membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan
proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada
empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap,
perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa,
tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan
siklus perubahan akan dapat berguna.
Etzioni (1973) mengungkapkan
bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses
evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini
sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah
berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai
suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya
memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam
bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial
menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk
“kesempurnaan” masyarakat.
Menurut Spencer, suatu organisme
akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi
antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas,
differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti
pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari
keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat
tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil
yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat
industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas
menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya
perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya
peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya
masyarakat global.
Seperti halnya Spencer, pemikiran
Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal
dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai
tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola
pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap
baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan
pemikiran yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi
perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian
kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan
terspesialisasi.
Membahas tentang perubahan
sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural
merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya
mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang
kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang
berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Perubahan pada bangunan struktural
maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan.
Kornblum (1988), berusaha
memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial.
Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap
unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan
yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan
sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi
tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia
dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990).
Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur
geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Moore (2000), perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup
semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan
lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial
masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan
perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis
perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat, karena
perubahan sosial merupakan bentuk intervensi sosial yang memberi pengaruh
kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya melakukan
perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya
menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang klien
atau sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha
perubahan sosial.
Akhirnya dikutip definisi Selo
Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya.
“Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang Soerjono Soekanto, Sosiologi
Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal.
217 mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai,
sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam
masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya
mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah unsur
yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Definisi lain dari perubahan
sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi
tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia
dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990).
Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur
geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa
segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap
dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian
dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang
meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi
perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang
lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun
demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut
sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
MASYARAKAT TERTUTUP, MASYARAKAT TERBUKA SERTA STRATIFIKASI SOSIAL
Pengertian Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia:
1) Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2) Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3) Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4) Menurut Paul B. Horton & C.Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia:
1) Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2) Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3) Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4) Menurut Paul B. Horton & C.Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
Kelompok manusia yang lebih besar dapat disatukan
dengan gagasan kesamaan nenek moyang (suku, etnis) atau kesamaan fokus budaya
atau materi (bangsa atau negara bagian), sering dibagi lebih lanjut menurut
struktur kelas sosial dan hirarki. Sebuah suku dapat terdiri dari beberapa
ratus individu, sementara negara bagian modern terbesar berisi lebih dari
semilyar.
Konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok besar
disebut peperangan. Kesetiaan / pengabdian untuk kelompok yang besar seperti
ini disebut nasionalisme atau patriotisme. Dalam keekstriman, perasaan
pengabdian terhadap sebuah lembaga atau kewenangan dapat mencapai keekstriman
pathologi, yang berakibat hysteria massa (gangguan syaraf) atau fasisme.
Antropologi budaya menjelaskan masyarakat manusia yang berbeda-beda, dan
sejarah mencatat interaksi mereka berikut kesuksesan yang dialami.
Organisasi dan pemerintahan bentuk modern dijelaskan
oleh Ilmu Politik dan Ekonomi. masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan
tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek,
sastra serta filsafat. Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat rute
perdagangan penting kira-kira 10.000 tahun lalu (Yeriko, Çatalhöyük).
Kebudayaan manusia dan ekspresi seni mendahului
peradaban dan dapat dilacak sampai ke palaeolithik (lukisan goa, arca Venus,
tembikar / pecah belah dari tanah). Kemajuan pertanian memungkinkan transisi
dari masyarakat pemburu dan pengumpul atau nomadik menjadi perkampungan menetap
sejak Milenium ke-9 SM. Penjinakan hewan menjadi bagian penting dari kebudayaan
manusia (anjing, domba, kambing, lembu). Dalam masa sejarah ilmu pengetahuan
dan teknologi telah berkembang bahkan lebih pesat (lihat Sejarah iptek).
Masyarakat Terbuka
Istilah masyarakat terbuka ( open society) pertama kali diperkenalkan oleh Henri Hergson pada tahun 1932 ketika ia menerbitkan bukunya, “two sources of religion and morality” masyarakat terbuka adalah satu idea yang dimajukan oleh ahli falsafah Henri Bergson. Yakni masyarakat yang tidak memiliki dinding-dinding yang membatasi sekaligus berani membuka diri dengan peradaban yang ada di masyarakat.
Masyarakat Terbuka
Istilah masyarakat terbuka ( open society) pertama kali diperkenalkan oleh Henri Hergson pada tahun 1932 ketika ia menerbitkan bukunya, “two sources of religion and morality” masyarakat terbuka adalah satu idea yang dimajukan oleh ahli falsafah Henri Bergson. Yakni masyarakat yang tidak memiliki dinding-dinding yang membatasi sekaligus berani membuka diri dengan peradaban yang ada di masyarakat.
Di dalam satu masyarakat terbuka, kerajaan bertindak
balas, mendengar dengan baik dan mempunyai sistem politik yang tulus dan mudah.
Negara tidak boleh menyimpan rahsia daripada dirinya sendiri dari konteks
kerakyatan. Negara yang bermasyarakat terbuka tidak mempunyai nilai autokratik
dan semua pengetahuan diketahui oleh semua. Kebebasan berpolitik dan hak-hak
asasi manusia merupakan asas kepada masyarakat.
Dalam masyarakat terbuka setiap warga memiliki
kebebasan menyatakan pendpat dan berekpresi.batasan dari kebebasan menyatakan
pendapat dan berekprsi adalah auran-aturan hukum yang demokratis, dan bukan
saja hak-hak dasar manusia sebagaimana diakui deklarasi universal hak asasi
manusia dan dijamin oleh undang-undang dasar 1945, tetapi juga prasyarat dasar
bagi kemajuan manusia.
Masyarakat
Tertutup
Masyarakat tertutup adalah system di mana perbedaan pendapat hilang atau menjadi sangat minim karena adanya kelompok tertentu, ( bisa masyarakat, bisa Negara, atau system ekonomi fundamentalisme).yang melakukan klaim-klaim kebenaran hakiki dimana klaim-klaim itu dilakukan dengan ancaman dan tekanan, baik berupa verbal, massa, senjata dan yang lainnya.
Pada masyarakat ini, manusia terkungkung sekaligus statis dan tidak berkembang di karenakan kemandegannya.
Masyarakat tertutup adalah system di mana perbedaan pendapat hilang atau menjadi sangat minim karena adanya kelompok tertentu, ( bisa masyarakat, bisa Negara, atau system ekonomi fundamentalisme).yang melakukan klaim-klaim kebenaran hakiki dimana klaim-klaim itu dilakukan dengan ancaman dan tekanan, baik berupa verbal, massa, senjata dan yang lainnya.
Pada masyarakat ini, manusia terkungkung sekaligus statis dan tidak berkembang di karenakan kemandegannya.
Tipe – Tipe Masyarakat dalam Menyikapi Perubahan
a.Masyarakat Terbuka
Dalam menerima perubahan, pada masyarakat terbuka dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu:
1.Masyarakat yang Menerima Perubahan dengan seleksi
Dalam tipe masyarakat yang demikian, perubahan yang ada disikapi
dengan sikap selektif. Artinya perubahan yang membawa dampak positif bagi
nilai-nilai di masyarakat tersebut akan diterima dengan tangan terbuka,
sebaliknya perubahan yang dapat menimbulkan rusaknya norma-norma sosial yang
telah ada ditolak keberadaannya. Masyarakat seperti ini tergolong masyarakat
modern
berikut adalah ciri-ciri masyarakat modern:
1.Sikap hidup yang dapat menerima hal-hal baru dan terbuka untuk perubahan
2.Mempunyai keberanian untuk mengemukakan pendapat
3.Lebih mengutamakan masa kini, sangat menghargai waktu
4.Memiliki perencanaan dan pengorganisasian
5.Yakin pada IPTEK dari pada hal-hal gaib (mistik)
6.Penuh perhitungan dan percaya diri
7.Menghargai harkat hidup orang lain
8.Memiliki sikap keadilan dan pemerataan
2. Masyarakat yang Menerima Perubahan Tanpa Seleksi
Semua unsur-unsur yang masuk dalam suatu masyarakat dianggap baik
dan lebih maju, sehingga perlu diikuti, terutama unsur-unsur budaya dari dunia
barat. Hal ini karena perkembagan ilmu dan teknologi mereka demikian maju dan
cepat perkembangannya.
Keadaan ini membuat sebagian masyarakat lupa bahwa tidak semua yang
datang dari barat merupakan hal-hal yang modern. Proses menerima semua
unsur-unsur barat tanpa seleksi disebut WESTERNISASI
Semua yang datang dari barat tidak dapat digolongkan modern.
Pergaulan bebas, seks bebas, merupakan kerusakan moral dan tidak sesuai dengan
nilai dan norma bangsa Indonesia.
Modern tidak sama denga westernisasi. Hal ini berarti tidak semua
yang datang dari Barat itu modern. Westernisasi harus kita tolak. Kita bukan
orang Barat, tapi orang Indonesia yang memiliki nilai-nilai budaya dan
norma-norma sosial sendiri yang jauh lebih baik dari norma-norma sosial yang
ada di Barat.
b. Masyarakat Tertutup
Masyarakat tertutup sulit menerima perubahan. Mereka bersifat bahwa
perubahan akan menyebabkan hilangnya keaslian budayanya. Mereka menutup diri
akan perubahan, adakalanya mereka menerima perubahan namun sifatnya terbatas
bahkan ada yang tak mau menerimanya sama sekali. Mereka tak mau bergaul dengan
masyarakat luar.
Masyarakat Papua, masih ada suku-suku yang hampir belum mengalami
perubahan, kehidupan mengembara di hutan, mengumpulkan makanan berupa
daun-daunan, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden) bahkan
mereka belum menggunakan pakaian
Ciri – Ciri Masyarakat Tertutup
1.Tak mau kehilangan budaya aslinya
2.Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
3.Memiliki sifat etnosentrisme yang tinggi
4.Terlalu kuat memegang tradisi dan ideologi kelompok
5.Mobilitas sosial rendah
Perilaku Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
Kita telah belajar tentang perubahan sosial budaya dan
globalisasi beserta dampak perubahan sosial budaya dan globalisasi. Perubahan
sosial budaya pada masyarakat menimbulkan adanya perilaku positif dan negatif.
Berikut ini beberapa contohnya
A.Perilaku Positif Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
1.Percaya Pada Diri Sendiri
Orang yang percaya diri tidak membiarkan kebiasaan lama, orang lain,
dan kondisi lingkungan mendikte nasibnya. Dia menunjukkan sikap dan menentukan
diri sendiri arah hidupnya. Ia tak pernah terkurung adalam ketakutan, melainkan
selalu berusaha melakukan tindakan membangun. Orang seperti ini melihat
perubahan sebagai sesuatau yang wajar. Perubahan adalah tantangan dan
kesempatan untuk berkembang. Ia juga yakin bahwa ia dapat melewati setiap
tantangan sebagai dampak dari perubahan itu
Orang yang percaya diri akan meniali dirinya secara jujur. Ia
sadar akan semua aset berharga dalam dirinya dan selalu berusaha menemukan aset
lain yang belum dikembangkan. Ia juga membuat analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunity, Threats atau kekuatan, kelemahan, kesempatan dan
ancaman) dalam dirinya.
Hasil dari analisis ini digunakan untuk membuat dan menerapkan
strategi pengembangan diri yang lebih realistis
2. Berpikir Rasional
Menurut Habermas, rasionalitas adalah kemampuan berpikir secara
logis dan analitis. Berpikir secara analitis berarti berusaha menyelidiki suatu
peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Cara berpikir rasional merupakan
cara berpikir dimana orang mempertimbangkan akal budinya dalam memutuskan
sesuatu.
Orang seperti ini tak menerima begitu saja sebuah unsur baru. Ia
akan selalu menyelidikinya dan mempertimbangkannya.
Orang seperti ini akan cenderung mudah menerima sesuatu yang
masuk akal. Bila perubahan itu mengarah pada sesuatau yang baik, yang masuk
akal ia akan menerima perubahan itu.
Bila perubahan itu tidak masuk akal, dan negatif ia akan dengan
segera menolaknya
3. Terbuka Pada Inovasi
Orang yang terbuka pada inovasi akan cenderung dinamis dan mudah
berubah. Karena ia senantiasa terdorong untuk lebih dalam mengetahui inovasi
baru dan dengan segera mempelajarinya.
Semakin terbuka seseorang terhadap suatu inovasi, semakin besar pula
perubahan yang mungkin terjadi
B. Perilaku Negatif Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
1.Penyalahgunaan Teknologi
teknologi disisi lain dapat memudahkan dan membantu kehidupan
manusia jika digunakan secara bijaksana. Akan tetapi ketika teknologi digunakan
secara tidak bijaksana, akan menimbulkan dampak negatif. Misalnya saja
teknologi internet digunakan oleh sebagian orang untuk pornografi dan melakukan
kejahatan di dunia maya
2. Perilaku Kebarat-Baratan
Westernisasi adalah suatu asimilasi kebudayaan barat atau proses
soosial yang memperkenalkan kebiasaan dan praktik-praktik peradaban Barat. Hal
ini terjadi karena mereka menganggap semua yang dari Barat modern. Mereka
bertingkah seperti orang Barat agar dianggap modern. Buktinya yaitu gaya hidup
mereka yang ala barat, mulai dari cara berpakaian hingga pola makan.
Bila diamati, budaya Barat berpotensi mengubah cara berpikir, cara
bekerja, dan cara hidup kita. Ketiga aspek ini tak semuanya negatif atau
positif. Dari ketiga aspek itu, cara hidup lebih cepat berubah daripada cara
berpikir ataupun cara bekerja. Tanpa sadar masyarakat membiarkan kebudayaan
Baratmengubah pola hidup mereka. Gaya hidup masyarakat yang khas sudah mulai
menghilang
3. Konsumerisme
Konsumerisme merupakan sikap atau perilaku suka membeli barang untuk
mendapatkan prestise atau gengsi tertentu, tanpa memperhatikan kegunaanya.
Perilaku seperti ini lebih mendahulukan pemenuhan keinginan dengan gaya hidup
mewah daripada pemenuhan kebutuhan pokok.
Dampak Perilaku Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
a.Integrasi Sosial
Manusia atau masyarakat menemukan sistem nilai dan falsafah hidup
baru. Apabila hal ini terjai, maka unsur-unsur yang berbeda dapat saling
menyesuaikan, berarti yang terjadi adalah integrasi sosial
b. Disintegrasi Sosial
Disintegrasi sosial terjadi ketika unsur-unsur sosial yang
berbeda yang ada dalam masyarakat tidak mampu menyesuaikan diri satu sama lain.
Ketika unsur sosial yang satu memaksakan diri, maka unsur sosial yang lainnya
akan memberontak atau melawan.
gejala disintegrasi sosial antara lain sebagai berikut:
1.Tidak adanya persamaan pandangan mengenai tujuan semula yang ingin
dicapai.
2.Norma-norma masyarakat mulai tidak berfungsi dengan baik sebagai alat
pengendalian sosial demi mencapai tujuan bersama.
3.Terjadi pertentangan antarnorma-norma yang ada dalam masyarakat.
4.Sanksi yang diberikan kepad pelanggar norma tidak dilaksanakan secara
konsekuen.
5.Tindakan-tindakan warga masyarakat tidaklagi sesuai dengan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat.
6.Terjadi proses-proses sosial yang bersifat disosiatif
Bentuk-Bentuk Disintegrasi Sosial
1.Aksi protes dan demonstrasi
2.Kriminalitas
3.Kenakalan remaja
4.Pelacuran
5.Pergolakan daerah
Sikap Kritis terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
a.Sikap Positif terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
1.Terbuka (Open Minded)
Masyarakat dapat bersikap terbuka pada perubahan sosial budaya. Masyarakat
akan memperhatikan sesuatu yang baru yang ada disekitar mereka. Setelah itu mereka
melakukan seleksi akan pengaruh tersebut.
Bangsa Indonesia sejak dulu merupakan bangsa yang terbuka terhadap budaya
dari luar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya asimilasi maupun akulturasi
yang ada di Indonesia. Kebudayaan Betawi misalnya, merupakan asimilasi dari
kebudayaan Indonesia, Melayu, Cina, Timur Tengah dan Eropa.
2.Antisipatif
Antisipatif adalah sikap tanggap terhadap sesuatu yang sedang dan akan
terjadi. Setelah bersikap terbuka dengan perubahan yang terjadi, kita juga
harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan dan fenomena yang terjadi
3.Selektif
Selektif memiliki dua makna, yang pertama melalui seleksi atau penyaringan,
yang kedua mempunyai daya pilih.
Setelah mengetahui bahwa suatu perubahan sosial budaya memiliki pengaruh baik
atau buruk, masyarakat kemudian melakukan proses seleksi yakni memilih pengaruh
manakah yang memberikan manfaat besar bagi dirinya ataupun orang lain
4.Adaptif
Apabila seseorang telah memutuskan bahwa suatu kebudayaan telah membawa
pengaruh positif bagi dirinya dan orang lain, ia akan menyesuaikan diri dengan
perubahan tersebut.
Dengan cara seperti itu, ia akan mudah mengikuti dan menyerap perubahan itu
5.Tidak Meninggalkan Kebudayaan Asli
Meski kita telah menerima kebudayaan dari luar, dan telah beradaptasi
dengan kebudayaan tersebut. Hendaklah kebudayaan asli kita senantiasa kita jaga
dan lestarikan agar jangan sampai hilang. Karena kebudayaan asli kita adalah
suatu yang unik dan memiliki nilai yang tinggi
6.Sikap Negatif terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
1.Tertutup dan Curiga
Sikap tertutup biasanya dimiliki oleh masyarakat yang sudah terlanjur
menikmati dan tenang berada di dalam kebudayaannya yang mapan. Mereka akan
merasa tidak senang apabila ada pengaruh kebudayaan lain yang mencoba masuk
kedalamnya.
Perubahan sosial budaya yang masuk dianggap akan merusak tatanan yang
ada. Sikap tertutup dan curiga ini merupakan salah satu ciri
masyarakat tradisional
7.Acuh tak Acuh dan Apatis
Sikap ini mirip dengan sikap tertutup. Hanya saja sikap ini memiliki
perbedaan dengan sikap tertutup dalam hal merasakan perubahan yang datang.
Sikap tertutup, masyarakatnya merasakan penuh pengaruh perubahan itu, akan
tetapi sikap acuh tak acuh dan apatis ini masyarakat atau individu belum tentu
merasakan pengaruh perubahan.
Pada sikap acuh tak acuh ini, masyarakat tak mau tahu dengan apa yang
sedang terjadi, karena pengaruh yang ada tak berdampak apa-apa pada dirinya.
8.Tidak Selektif dan Tidak Berinisiatif
Tidak selektif berarti tak mampu memilah-milah pengaruh perubahan sosial
budaya manakah yang bermanfaat atau tidak bagi dirinya.
Tidak inisiatif berarti tidak memiliki ide atau prakarsa untuk berbuat
sesuatu. Segala sesuatunya ditentukan oleh pihak lain. Dalam menghadapi
perubahan sosial budaya, orang yang punya inisiatif akan mudah
diombang-ambingkan pengaruh dari luar dirinya
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 2006. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Gunadarma.
____. Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Bab 1 Ruang Lingkup. [online].
Tersedia:http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_bab1_ruang_lingkup_sosiologi.pdf [8 Februari 2012]
Soekanto,
Suryono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Astrid
S.Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, TK.Bica Cipta, 1979
Soekanto,
Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan PenerbitUniversitas
Indonesia, 1974
Kun Maryati dan Juju Suryawati. 2007. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X
Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati. 2007. Manusia dan Masyarakat, Pelajaran
Sosiologi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Ganeca Exact. - See more at: http://sosiologipendidikan.blogspot.com/2009/08/nilai-dan-norma-sosial.html#sthash.bivacEBW.dpuf
Kamanto
Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5
Pitirim
Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25
Ritzer
George, J. Goodman Douglas, 20100 Teori Sosiologi, Bantul: Kreasi Wacana.
Worsley
Peter, 1992 Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding, pent, Hartono Hadikusumo,
Yogyakarta: PT: Tiara Wacana Yogya.
M.
Siahaan Hotman, 1997, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi,
Yogyakarta: IKAPI.