Instagram

Wednesday, July 3, 2013

Tentang Sosiologi



ISTILAH SOSIOLOGI
A.    Pengertian Sosiologi
Istilah sosiologi secara harfiah berasal dari kata socius (Latin) yang diartikan sebagai teman dan logos (Yunani) yang diartikan sebagai ilmu. (Luth, 2004: 3)
Perpaduan antara bahasa Latin dan Yunani tersebut menghasilkan pengertian sosiologi secara istilah yaitu suatu ilmu tentang hubungan antara sesama teman. Lebih luas lagi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi manusia dalam masyarakat.
Dengan melihat pengertian secara harfiah saja dapat diketahui bahwa sosiologi merupakan bagian dari ilmu sosial. Hal itu dapat kita peroleh dengan membandingkan kata sosiologi dalam bahasa lain, misalnya sosietas (Latin) dan society (Inggris). Sosiologi dapat dikatakan sebagai ilmu masyarakat. Namun hal itu tidak lantas menjadikan arti sosiologi adalah ilmu masyarakat karena masih banyak ilmu ilmu lain yang juga mempunyai objek masyarakat. Sebagai contoh ilmu ekonomi, ilmu hukum,  ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu komunikasi, dan sebagainya. Masing-masing cabang ilmu sosial tersebut mempunyai penekanan yang berbeda. dan ilmu yang mengkaji berbagai fenomena di masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam ilmu sosial termasuk sosiologi.
Berikut pengertian sosiologi yang diberikan oleh para ahli:
1.   Van der Zanden (1979) membatasi sosiologi sebagai studi ilmiah tentang interaksi manusia.
2.   Anthony Giddens (1989) mengatakan bahwa sosiologi merupakan studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok, dan masyarakat.
3.   Max Weber (1864-1920) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tindakan sosial.
4.   Reucek dan Warren (1962) mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antar manusia kelompok-kelompok.
5.   Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi (1965) menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat adalh ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. (Luth, 2004: 3)
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut terdapat satu penekanan yang sama yaitu terdapat unsur interaksi atau hubungan sosial antar warga masyarakat.

B.     Latar Belakang Sosiologi dan Perkembangannya
Seperti halnya ilmu sosial lainnya, sosiologi lahir untuk menjawab keingintahuan tentang keberadaan masyarakat. Sosiologi lahir pertama kali di Eropa Barat setelah terjadinya dua revolusi besar yaitu revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial di Perancis atau dikenal dengan revolusi perancis. (Luth, 2004: 4)
Hal itu berarti bahwa sosiologi lahir untuk menjawab rasa keingintahuan tentang masyarakat Eropa Barat terutama setelah terjadinya revolusi industri di Inggris dan revolusi Perancis. Disatu pihak kedua revolusi tersebut menjanjikan perubahan secara cepat dan melahirkan masyarakat modern, lebih maju, dan lebih sejahtera. Tapi disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa kedua revolusi tersebut telah menimbulkan berbagai kekacauan dan terkikisnya rasa persaudaraan atau keakraban antarwarga masyarakat. Dengan kata lain perubahan itu telah menimbulkan masalah, yaitu apa yang diharapkan berbeda dengan kenyataan. Sehingga masyarakat berinteraksi dengan pola baru yang terbentuk dengan sendirinya.
Untuk menjawab keadaan masyarakat tersebut, Auguste Comte memberikan jawabannya pada bukunya sendiri yang berjudul Positive Philosophy dan menamai ilmu yang mengkaji kehidupan masyarakat ini Sosiologi.
Sejak saat itu, ilmuwan mulai mengembangkan secara nyata ilmu baru yang diberi nama sosiologi tersebut dan mulai menjadikan sosiologi sebagai mata kuliah baik di Eropa Barat maupun di Amerika Serikat. Di Indonesia, sosiologi baru dikenal tahun 1950-an, bersamaan dengan datangnya beberapa orang Indonesia yang memperdalam ilmu sosiologi mereka di Amerika Serikat, Inggris dan Belanda. Pada tahun 1980-an muncul ahli-ahli sosiologi Indonesia dari berbagai perguruan tinggi.
C.    Ruang Lingkup
1.      Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
Untuk mengetahui secara pasti bahwa sosiologi dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan dengan terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud ilmu pengetahuan.
Soerjono Soekanto (1982: 5) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan tersebut selalu dapat dikontrol atau diperiksa dengan kritis oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya.
            Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa ilmu itu meliputi:
a.       Pengetahuan (knowledge)
b.      Metode untuk memperoleh pengetahuan
c.       Disusun secara sistematis.
Dengan kata lain ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah dan disusun secara sistematis.
Sedangkan kriteria suatu ilmu dikatakan sebagai ilmu pengetahuan harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut.
a.       Bersifat empiris
b.      Bersifat teoritis
c.       Bersifat kumulatif
d.      Bersifat non-etis.
Dalam Soekanto (1982: 13), disebutkan bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut.
a.    Sosiologi bersifat empiris, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.   Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat, hingga menjadi teori.
c.    Sosiologi bersifat kumulatif ini berarti teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar teori- teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang lama, hingga menjadi baik atau dapat mencapai kesempurnaan.
d.   Sosiologi bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-baiknya fakta tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
2.      Sosiologi sebagai ilmu sosial
Sosiologi masuk dalam kategori rumpun-rumpun ilmu sosial dikarenakan permasalahan dalam ilmu sosial pada umumnya membicarakan kehidupan sosial manusia, masyarakat atau kehidupan bersama. Sedangkan sosiologi dapat dikatakan ilmu yang membahas tentang masyarakat.
Masyarakat yang menjadi objek ilmu-ilmu sosial dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari beberapa segi; ada segi ekonomi yang antara lain bersangkut paut dengan produksi, distribusi dan penggunaan barang-barang dan jasa-jasa; ada pula segi kehidupan politik yang antara lain berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat; dan lain-lain segi kehidupan. (Soekanto, 1982: 14)
Dengan demikian sudah jelas bahwa sosiologi merupakan bagian dari ilmu sosial, karena yang menjadi bahasan adalah masyarakat. Terdapat perbedaan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainya, letak perbedaan sosiologi dengan ilmu sosial lainnya dapat dilihat dari bahasan tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari unsur-unsur kemasyarakatan secara keseluruhan. Sedangkan pada ilmu sosial lainnya hanya pada segi-segi khusus dari masyarakat tersebut. Misalnya ilmu ekonomi berusaha membahas mengenai usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ilmu politik hanya mempelajri mengenai kehidupan masyarakat yang menyangkut soal kekuasaan. Sedangkan sosiologi memusatkan perhatiannya pada segi masyarakat yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umumnya.
Dari beberapa contoh perbandingan tersebut, dapat ditegaskan bahwa ilmu sosiologi termasuk dalam lingkup ilmu-ilmu sosial yang membahas masyarakat dari berbagai segi dan sudut pandang yang berbeda-beda. Begitu pula dengan sosiologi yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan dan hubungan-hubungan antara individu-individu di dalam masyarakat tersebut.


TATA SOSIAL , SISTEM SOSIAL DAN REALITAS SOSIAL
Tata Sosial
Tata sosial biasa diartikan dengan Struktuk sosial. Tata sosial adalah tatanan dalam kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan dengan batas-bata perangkat unsur-unsur sosial yang mengacu pada suatu keteraturan prilaku didalam masyarakat.

Struktur sosial termasuk bagian penting dalam kajian sosiologi dan antropologi karena mempelajari banyak hal yang menyangkut hubungan manusia dalam masyarakat. Struktur sosial meliputi unsur-unsur seperti pranata, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Struktur sosial mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial
Sistem Sosial
Pengertian Sistem Menurut Indrajit (2001: 2) mengemukakan bahwa sistem mengandung arti kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang dimiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya.
Pengertian Sistem Menurut Jogianto (2005: 2) mengemukakan bahwasistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.
Pengertian Sistem Menurut Murdick, R.G, (1991 : 27) Suatu sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau procedure-prosedure/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang.  .
Pengertian Sistem Menurut Jerry FutzGerald, (1981 : 5) Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu.
Pengertian Sistem Menurut Davis, G.B, (1991 : 45 ) Sistem secara fisik adalah kumpulan dari elemen-elemen yang beroperasi bersama-sama untuk menyelesaikan suatu sasaran
Definisi Sistem Menurut Dr. Ir. Harijono Djojodihardjo (1984: 78) “Suatu sistem adalah sekumpulan objek yang mencakup hubungan fungsional antara tiap-tiap objek dan hubungan antara ciri tiap objek, dan yang secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan secara fungsional.”
Definisi Sistem Menurut Lani Sidharta (1995: 9), “Sistem adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berhubungan yang secara bersama mencapai tujuan-tujuan yang sama”
Sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan. (Teori Sibenertika Parson)
Ciri-ciri khusus dari satu sistem adalah:
a.Sistem terdiri dari banyak bagian/komponen.
b.Komponen-komponen sistem saling berhubungan satu sama lain dalam pola saling ketergantungan.
c.Keseluruhan sistem lebih dari sekadar penjumlahan dari komponen-komponennya. (lebih kearah kualitas. kontribusi dari komsumen yang satu dan yang lain)

Talcott Parsons : Sistem sebagai sebuah pengertian yang menunjuk pada adanya saling ketergantungan antara bagian-bagian, komponen-komponen, dan proses-proses yang mengatur hubungan tersebut. Parsons menambahkan karakteristik lain dari suatu sistem yaitu bahwa sistem sosial cenderung akan selalu mempertahankan keseimbangan.
Unsur-unsur sistem social Suatu sistem sosial yang menjadi pusat perhatian barbagai ilmu sosial pada dasarnya merupakan wadah dari proses-proses dan pola-pola interaksi sosial.Menurut Soryono Soekanto unsur-unsur pokok suatu sistem sosial adalah:
1.Kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak.
2.Perasaan dan pikiran yaitu suatu keadaan kejiwaan manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial.
3.Tujuan merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya.
4.Kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap/berperilaku secara pantas.
5.Kedudukan dan peranan: kedudukan merupakan posisi-posisi tertentu secara vertical sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik secara structural maupun prosesual.
6.Penguasaan yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, atau bahkan memaksa masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku.
7.Sanksi-sanksi positif dan negative.
8.Fasilitas
9.Keserasian dan kelangsungan hidup
10.Keserasian antara kualitas hidup dengan lingkungan

Menurut Margono slamet mengatakan suatu sistem sosial dipengaruhi :
1.Ekologi, tempat, dan geografi (dimana masyarakat itu berada).
2.Demografi yang menyangkut populasi, susunan, dan cirri-ciri populasi.
3.Kebudayaan menyangkut nilai-nilai sosial, sistem kepercayaan dan norma-norma dalam masyarakat.
4.Kepribadian meliputi sikap mental, semangat, temperamen dan cirri-ciri psikologis masyarakat.
5.Waktu.

Realitas Sosial

Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.
Realitas sosial merupakan suatu peristiwa yang memang benar – benar terjadi di tengah masyarakat. Sebagai contoh : Seorang pemulung yang mencari nafkah dengan memungut barang bekas yang masih bisa untuk di daur ulang, pengemis di jalanan, WTS yang mencari nafkah demi untuk melanjutkan hidup. Itu semua adalah sebagian kecil hal yang terjadi di tengah masyarakat pada saat ini.

Realitas sosial berbeda dari individu biologis kognitif realitas atau kenyataan, dan terdiri dari prinsip-prinsip sosial yang diterima dari suatu komunitas. Sebagian ulama seperti John Searle percaya bahwa realitas sosial dapat dibentuk secara terpisah dari setiap individu atau ekologi sekitarnya (bertentangan dengan pandangan psikologi persepsi termasuk JJ Gibson, dan orang-orang yang paling ekologis teori ekonomi) .
Yang paling terkenal prinsip realitas sosial adalah “kebohongan besar”, yang menyatakan bahwa kebohongan yang luar biasa lebih mudah untuk meyakinkan orang-orang yang kurang heboh daripada kebenaran. Banyak contoh dari politik dan teologi, e.g. klaim bahwa Kaisar Romawi ternyata adalah seorang “dewa”, menunjukkan bahwa prinsip ini dikenal dengan efektif propagandis dari awal kali, dan terus diterapkan hingga hari ini, misalnya model propaganda Noam Chomsky dan Edward S. Herman, yang mendukung ‘kebohongan besar’ tesis dengan lebih spesifik.
Masalah realitas sosial telah diperlakukan secara mendalam oleh para filsuf dalam tradisi fenomenologis, terutama Alfred Schütz, yang menggunakan istilah dunia sosial untuk menunjuk ini tingkat realitas yang berbeda. Sebelumnya, subjek telah dibahas dalam sosiologi serta disiplin ilmu lainnya. Herbert Spencer, misalnya, istilah super-organik untuk membedakan tingkat sosial realitas di atas biologis dan psikologis.
Saat ini, berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita telah mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi.Contoh realitas sosial adalah konflik, kematian, proses hukum, kriminalitas, olah raga, seni budaya, krisis ekonomi dan lain-lain. Sedangkan realitas personal contohnya adalah mimpi dan hal-hal privacy lainnya yang tidak diperkenankan menjadi bahan dasar penulisan berita. Itu berarti jurnalisme tidak mungkin menjadikan realitas personal sebagai bahan penulisan berita karena hakikat jurnalisme adalah sosial untuk kepentingan publik.


TEORI SOSIOLOGI
A.Pengertian Teori
Teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih, yang telah diuji kebenarannya. Suatu variabel merupakan merupakan karakteristik dari orang –orang, benda-benda, atau keadaan yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda.
Teori-teori sosiologi memiliki kegunaan antara lain yaitu, sebagai berikut :
a.       Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari sosiologi.
b.      Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang sosiologi.
c.       Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh sosiologi.
d.      Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian.
e.       Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui ke arah  mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa yang lampau dan pada dewasa ini.   

B. Sejarah Teori Sosiologi
1. Perhatian masyarakat sebelum Comte
1.          Plato          : Menelaah masyarakat secara sistematis dengan merumuskan teori organis tentang masyarakat yang mencakup bidang kehidupan ekonomi dan sosial
2.         Aristoteles  : Melakukan analisis terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat
3.         Ibn Khaldun : Mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian sosial dan peristiwa dalam sejarah
4.         Zaman Renaissance : tercatat nama-nama Thomas More dan Campanella mengenai masyarakat ideal.
5.         N. Machiavelly : mengemukakan mengenai bagaimana cara mempertahankan kekuasaan
6.         Hobbes : menulis mengenai keadaan alamiah manusia yang didasari pada keinginan-keninginan mekanis sehingga manusia selalu saling berkelahi (kontrak sosial)
7.         john Locke dan JJ Rausseau : menulis mengenai kontrak sosial
8.         Saint Simon : menulis tentang manusia yang hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok



2. Sosiologi Auguste Comte ( 1798-1853)
Auguste Comte yang pertama –tama memakai istilah “sosiologi” adalah orang yang pertama membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu –ilmu pengetahuan lainnya.
Menurut Comte (The positive Philosopy:1896) ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing –masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya.
Tahap pertama dinamakan tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahap di mana manusia menafsirkan gejala –gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan –kekuatan yang dikendalikan roh dewa –dewa atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Penyesuaian ini sangat penting bagi manusia karena manusia harus beradaptasi dengan lingkungannya.
Tahap Kedua merupakan perkembangan dari tahap pertama adalah tahap metafisik. Pada tahap ini manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan –kekuatan inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Pada tahap ini manusia masih terikat oleh cita –cita tanpa verifikasi karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita –cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum –hukum alam yang seragam. Hal yang terakhir inilah yang merupakan tugas ilmu pengetahuan positif, yang merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari perkembangan manusia.
Hal yang paling menonjol dari sistematika Comte adalah penilaiannya terhadap sosiologi, yang merupakan ilmu pengetahuan paling kompleks, dan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang akan berkembang dengan pesat sekali. Sosiologi merupakan studi positif tentang hukum-hukum dari gejala sosial. Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar dari adanya masyarakat sedangkan sosiologi dianmis merupakan teori tentang perkembangan dalam arti pembangunan.

3. Teori –teori Sosiologi Sesudah Comte
Mazhab Geografi dan Lingkungan
Teori –teori yang digolongkan dalam mazhab ini adalah ajaran dari Edward Buckle dari Inggris (1821-1862) dan Le Play dari Prancis (1806-1888). Menurut Buckle, adanya pengaruh keadaan alam terhadap masyarakat. Di dalam analisisnya, dia telah menemukan beberapa keteraturan hubungan antara keadaan alam dengan tingkah laku manusia.
Le play seorang insinyur pertambangan, memulai analisis keluarga sebagai unit sosial yang fundamental dari masyarakat. Organisasi keluarga ditentukan oleh cara-cara mempertahankan kehidupannya yaitu cara mereka bermata pencaharian. Hal tersebut sangat tergantung pada lingkungan timbal – balik antara factor –faktor tempat, pekerjaan dan manusia (masyarakat). Atas dasar faktor-faktor tersebut, maka dapat ditemukan unsur-unsur yang menjadi dasar adanya kelompok-kelompok yang lebih besar, yang memerlukan analisis terhadap semua lembaga-lembaga politik dan sosial suatu masyarakat tertentu.
Pentingnya Mazhab ini adalah menghubungkan faktor keadaan alam dengan faktor-faktor struktur organisasi sosial. Teori ini mengungkapkan adanya korelasi antara tempat tinggal dengan adanya aneka ragam karekteristik kehidupan sosial suatu masyarakat.

Mazhab Organis dan Evolusioner
Herbert Spencer adalah orang yang pertama-tama menulis tentang masyrakat atas dasar data empiris yang kongkret. Dalam hal ini dia telah memberikan suatu model kongkret yang secara sadar maupun tidak sadar diikuti oleh para sosiologi sesudah dia. Menurut Spencer, akan bertambah sempurna apabila bertambak kompleks dan dengan adanya referensiasi antara bagian-bagiannya. Secara evolusioner, tahap organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya.
Spencer sebetulnya bermaksud untuk membuktikan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern tidak stabil karena terlibat dalam pertentangan-pertentangan diantara mereka sendiri. Selanjutnya dia berpendapat (dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology ; 3 jilid) bahwa pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap, akan ada suatu stabilitas yang menuju pada keadaan hidup yang damai.
Seorang sosiologi Amerika yang sangat terpengaruh oleh metode analisis Spancer adalah W.G. Summer (1840-1910). Salah satu hasil karyanya adalah Folkways yang merupakan karya klasik dalam keputusan sosiologi. Folkways dimaksud dengan kebiasaan-kebiasaan sosial yang timbul secara tidak sadar dalam masyarakat, yang menjadi bagaian dari tradisi.

Mazhab Formal
Menurut Simmel elemen-elemen masyarakat mencapai kesatuan melalui bentuk-bentuk yang mengatur hubungan antara elemen-elemen tersebut. selanjutnya Simmel berpendapat, sesorang menjadi warga masyarakat untuk mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Tanpa menjadi warga masyarakat tak akan mungkin seseorang mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok.
Leopold Von Wiese (1876-1961) berpendapat bahwa sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan antara manusia tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan maupun kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan pengamatan terhadap perilaku kongkret tertentu. Ajarannya bersifat empiris dan berusaha untuk mengadakan  kuantifikasi terhadap proses-proses sosial yang terjadi.  Proses sosial merupakan hasil perkalian dari sikap dan keadaan, yang masing-masing dapat diuraikan ke dalam unsur-unsurnya secara sistematis.
Alfred Vierkandt (1867-1953) menyatakan bahwa sosiologi menyoroti situasi-situasi mental. Situasi tersebut tak dapat dianalisis secara tersendiri, tetapi merupakan hasil perilaku yang timbul sebagai akibat interaksi antar individu dan kelompok dalam masyarakat.

Mazhab Psikologi
Gabriel Tarde (1843-1904) dari Prancis, dia mulai dengan suatu dugaan atau pandangan awal bahwa gejala sosial mempunyai sifat psikologis yang terdiri dari interaksi antara jiwa-jiwa individu, dimana jiwa tersebut terdiri dari kepercayaan-kepercayaan dan keinginan-keinginan. Dengan demikian keinginan utama Tarde adalah berusaha untuk menjelaskan gejala-gejala sosial didalam kerangka reaksi-reaksi psikis seseorang.


Mazhab Ekonomi
Ajaran ini dikemukakan oleh  Karl Marx (1818-1883) dan Max Weber (1864-1920).  Marx berpendapat telah mempergunakan metode-metode sejarah dan filsafat untuk membangun suatu teori tentang perubahan yang menunjukkan perkembangan masyarakat menuju suatu keadaan di mana ada keadilan sosial. Menurut Marx, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan.
Tingkah laku individu-individu dalam masyarakat dapat diklasifikasikan empat tipe ideal aksi sosial, yakni :
1.      Aksi yang bertujuan, yakni tingkah laku yang ditunjukan untuk mendapatkan hasil-hasil yang efisien.
2.      Aksi yang berisikan nilai yang telah ditentukan, yang diartikan sebagai perbuatan untuk merealisasikan dan mencapai tujuan.
3.      Aksi tradisional yang menyangkut tingkah laku yang melaksanakan suat aturan yang bersanksi.
4.      Aksi yang emosional, yaitu yang menyangkut perasaan seseorang.
Mazhab Hukum
-          Hukum menurut Durkheim adalah kaidah-kaidah yang bersanksi yang berat ringannya tergantung pada sifat pelanggaran, anggapan-anggapan, serta keyakinan masyarakat tentang baik buruknya suautu tindakan. Di dalam masyarakat dapat ditemukan dua macam sanksi kaidah-kaidah hukum, yaitu sanksi yang represif dan sanksi yang restitutif.
-          Menurut Weber, ada empat tipe ideal hukum, yaitu :
1.      Hukum Irasional dan materiil, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusan-keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun.
2.      Hukum irasional dan formal, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah di luar akal karena didasarkan pada wahyu atau ramalan.
3.      Hukum rasional dan materiil, di mana keputusan-keputusan para pembentuk undang-undang dan hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa, atau ideologi.
4.      Hukum rasional dan formal, yaitu dimana hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

4. Metode-Metode Dalam Sosiologi
            Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode yaitu :
Metode Kualitatif, mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur  dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang bersifat eksak, walaupun bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata di dalam masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode komparatif.
Metode Kuantitatif, mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala yang teliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel, dan formula-formula yang semuanya  mempergunakan ilmu pasti atau matematika.




NILAI SOSIAL , NORMA SOSIAL DAN PERUBAHAN SOSIAL
NILAI SOSIAL
I.                   Defenisi Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh,orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.
Nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak  pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. tak heran apabila antara masyarakat yangsatu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persainganakan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara apda masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun

II.           Fungsi  Nilai Sosial
Fungsi nilai sosial adalah sebagai berikut :
1.         Memberikan seperangkat alat untuk menetapkan harga social dari suatu kelompok.
2.         Mengarahkan masyarakat dalam berfikir dan bertingkahlaku.
3.         Merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.
4.         Sebagai alat solidaritas bagi kelompok.
5.         Sebagai alat control perilaku manusia.

III.         Ciri-ciri Nilai Sosial
1.            Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
2.            Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
3.            Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
4.            Nilai sosial bersifat relative,
5.            Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
6.            Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
7.            Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
8.            Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
9.            Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

IV.         Jenis – Jenis  Nilai Sosial
Nilai Sosial dapat dilihat dari berbagai bentuk yaitu :
(1)        Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
(2)        Nilai vital, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas, dan
(3)        Nilai kerohanian, yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan.

NORMA SOSIAL
I.             Defenisi Norma Sosial
Norma sosial adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Norma sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya.Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan. Norma tidak boleh dilanggar.
Siapa pun yang melanggar norma atau tidak  bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial.
Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib,aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.

II.           Ciri – Ciri  Norma Sosial
Ada beberapa ciri yang dimiliki norma sosial. Apa sajakah ciri-ciri tersebut? Mari kita identifikasi bersama.
·           Pada umumnya norma sosial tidak tertulis atau lisan. Misalnya adat istiadat, tata pergaulan, kebiasaan, cara, dan lain sebagainya. Kecuali norma hukum sebagai tata tertib yang bersifat tertulis. Kaidah-kaidah ini disepakati oleh masyarakat dan sanksinya mengikat seluruh anggota kelompok atau masyarakat.
·           Hasil kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat pada wilayah tertentu. Hasil ini merujuk pada kebudayaan wilayah setempat mengenai tata kelakuan dan aturan dalam pergaulan.
·           Bersifat mengikat, sehingga seluruh warga masyarakat sebagai pendukung sangat menaatinya dengan sepenuh hati.
·           Ada sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.
·           Norma sosial bersifat menyesuaikan dengan perubahan sosial. Artinya norma sosial bersifat fleksibel dan luwes terhadap perubahan sosial. Setiap ada keinginan dari masyarakat untuk berubah, norma akan menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Meskipun tidak berubah seluruhnya, aturan ini pasti akan mengalami perubahan.

III.         Fungsi Norma Sosial
Dalam kehidupan masyarakat, norma memiliki beberapa fungsi atau kegunaan. Apa sajakah fungsi norma dalam kehidupan masyarakat? Kita mengenal beberapa fungsi norma, yaitu sebagai berikut.
1.        Pedoman hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah tertentu.
2.        Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.
3.       Mengikat warga masyarakat, karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang tegas bagi para pelanggarnya.
4.        Menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam masyarakat.
5.       Adanya sanksi yang tegas akan memberikan efek jera kepada para pelanggarnya, sehingga tidak ingin mengulangi perbuatannya melanggar norma.

IV.         Macam-macam Norma Sosial
Norma-norma yang berlaku di masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, norma kebiasaan, dan hukum.
1.         Norma Agama
Norma agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran atau kaidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak dan mengharuskan ketaatan bagi para pemeluk dan penganutnya. Yang taat akan diberikan keselamatan di akhirat, sedangkan yang melanggar akan mendapat hukuman di akhirat. Agama bagi masyarakat Indonesia mampu membentuk religius yang hidup penuh kesenangan jasmani dan rohani. Di Indonesia, agama terbagi atas 5 bagian yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha.
Contoh :
·           Norma agama Islam antara lain adalah kewajiban melaksanakan hukum Islam dan rukun Imam.
·         Dalam agama Kristen, kewajiban menjalankan sepuluh perintah Allah.
·         Dalam agama hindu, kepercayaan terhadap reinkarnasi, yaitu adanya kelahiran kembali bagi manusia yang telah meninggal sesuai karmanya, sesuai dengan kehidupan di masa lampau.

2.         Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan didasarkan pada hati nurani atau akhlak manusia. Norma kesusilaan bersifat universal. Artinya, setiap orang di dunia ini memilikinya, hanya bentuk dan perwujudannya saja yang berbeda. Misalnya, perilaku yang menyangkut nilai kemanusiaan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan pengkhianatan, pada umumnya ditolak oleh setiap masyarakat di mana pun.

3.         Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyarakat seperti cara berpakaian, cara bersikap dalam pergaulan, dan berbicara. Norma ini bersifat relatif. Maksudnya, penerapannya berbeda di berbagai tempat, lingkungan, dan waktu. Misalnya, menentukan kategori pantas dalam berbusana antara tempat yang satu dengan yang lain terkadang berbeda. Demikian pula antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin.
Contoh :
·        Tidak memakai perhiasan dan pakaian yang mencolok ketika berkabung.
·        Mengucapkan terima kasih ketika mendapatkan pertolongan atau bantuan.
·        Meminta maaf ketika berbuat salah atau membuat kesal orang lain.
4.         Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang yang tidak melakukan norma ini biasanya dianggap aneh oleh lingkungan sekitarnya.
Contoh     : 
·         Kebiasaan melakukan “selametan” atau doa bagi anak yang baru dilahirkan.
·         Kegiatan mudik menjelang hari raya.
·         Acara memperingati arwah orang yang sudah meninggal pada masyarakat Manggarai, Flores.
5.         Norma Hukum
Norma hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sanksi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Sanksi ini dilaksanakan oleh suatu lembaga yang memiliki kedaulatan, yaitu negara. Ciri norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang sah dan terdapat penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi. Tujuan norma hukum adalah untuk menciptakan suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
Contoh :
·         Tidak melakukan tindak kriminal, seperti mencuri, membunuh, menipu.
·         Wajib membayar pajak.
·         Memberikan kesaksian di muka siding pengadilan.

PERUBAHAN SOSIAL
I.              Definisi Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
  1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
  2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
  3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan  Wilbert E. Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley & Sons, 1967 : 3. perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak membicarakannya.
Menurut Max Weber dalam Berger (2004), bahwa, tindakan sosial atau aksi sosial (social action) tidak bisa dipisahkan dari proses berpikir rasional dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya: (1) tindakan untuk mencapai satu tujuan tertentu, (2) tindakan berdasar atas adanya satu nilai tertentu, (3) tindakan emosional, serta (4) tindakan yang didasarkan pada adat kebiasaan (tradisi).
Aksi sosial adalah aksi yang langsung menyangkut kepentingan sosial dan langsung datangnya dari masyarakat atau suatu organisasi, seperti aksi menuntut kenaikan upah atau gaji, menuntut perbaikan gizi dan kesehatan, dan lain-lain. Aksi sosial adalah aksi yang ringan syarat-syarat yang diperlukannya dibandingkan dengan aksi politik, maka aksi sosial lebih mudah digerakkan daripada aksi politik. Aksi sosial sangat penting bagi permulaan dan persiapan aksi politik. Dari aksi sosial, massa/demonstran bisa dibawa dan ditingkatkan ke aksi politik. Aksi sosial adalah alat untuk mendidik dan melatih keberanian rakyat. Keberanian itu dapat digunakan untuk: mengembangkan kekuatan aksi, menguji barisan aksi, mengukur kekuatan aksi dan kekuatan lawan serta untuk meningkatkan menjadi aksi politik. Selanjutnya Netting, Ketther dan McMurtry (2004) berpendapat bahwa, aksi sosial merupakan bagian dari pekerjaan sosial yang memiliki komitmen untuk menjadi agen atau sumber bagi mereka yang berjuang menghadapi beragam masalah untuk memerlukan berbagai kebutuhan hidup.
Perubahan sosial dalam masyarakat bukan merupakan sebuah hasil atau produk tetapi merupakan sebuah proses. Perubahan sosial merupakan sebuah keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat. Konsep dinamika kelompok menjadi sebuah bahasan yang menarik untuk memahami perubahan sosial. Kurt Lewin dikenal sebagai bapak manajemen perubahan, karena ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang perubahan secara ilmiah. Konsepnya dikenal dengan model force-field yang diklasifikasi sebagai model power-based karena menekankan kekuatan-kekuatan penekanan. Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change.
Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah, (2) Changing, merupakan langkah tindakan, baik memperkuat driving forces maupun memperlemah resistences, dan (3) Refreesing, membawa kembali kelompok kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium). Pada dasarnya perilaku manusia lebih banyak dapat dipahami dengan melihat struktur tempat perilaku tersebut terjadi daripada melihat kepribadian individu yang melakukannya. Sifat struktural seperti sentralisasi, formalisasi dan stratifikasi jauh lebih erat hubungannya dengan perubahan dibandingkan kombinasi kepribadian tertentu di dalam organisasi.
Lippit (1958) mencoba mengembangkan teori yang disampaikan oleh Lewin dan menjabarkannya dalam tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan berencana. Terdapat lima tahap perubahan yang disampaikan olehnya, tiga tahap merupakan ide dasar dari Lewin. Walaupun menyampaikan lima tahapan Tahap-tahap perubahan adalah sebagai berikut: (1) tahap inisiasi keinginan untuk berubah, (2) penyusunan perubahan pola relasi yang ada, (3) melaksanakan perubahan, (4) perumusan dan stabilisasi perubahan, dan (5) pencapaian kondisi akhir yang dicita-citakan.
Konsep pokok yang disampaikan oleh Lippit diturunkan dari Lewin tentang perubahan sosial dalam mekanisme interaksional. Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap kelompok, individu, atau organisasi. Ia berkesimpulan bahwa kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan penolakan (resistences) untuk berubah. Perubahan dapat terjadi dengan memperkuat driving forces dan melemahkan resistences to change. Peran agen perubahan menjadi sangat penting dalam memberikan kekuatan driving force.
Atkinson (1987) dan Brooten (1978), menyatakan definisi perubahan merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya dan merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi. Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya, maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna.
Etzioni (1973) mengungkapkan bahwa, perkembangan masyarakat seringkali dianalogikan seperti halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan August Comte. Keduanya memiliki pandangan tentang perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial menurut pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
Menurut Spencer, suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi diferensiasi antar organ-organnya. Kesempurnaan organisme dicirikan oleh kompleksitas, differensiasi dan integrasi. Perkembangan masyarakat pada dasarnya berarti pertambahan diferensiasi dan integrasi, pembagian kerja dan perubahan dari keadaan homogen menjadi heterogen. Spencer berusaha meyakinkan bahwa masyarakat tanpa diferensiasi pada tahap pra industri secara intern justru tidak stabil yang disebabkan oleh pertentangan di antara mereka sendiri. Pada masyarakat industri yang telah terdiferensiasi dengan mantap akan terjadi suatu stabilitas menuju kehidupan yang damai. Masyarakat industri ditandai dengan meningkatnya perlindungan atas hak individu, berkurangnya kekuasaan pemerintah, berakhirnya peperangan antar negara, terhapusnya batas-batas negara dan terwujudnya masyarakat global.
Seperti halnya Spencer, pemikiran Comte sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam. Pemikiran Comte yang dikenal dengan aliran positivisme, memandang bahwa masyarakat harus menjalani berbagai tahap evolusi yang pada masing-masing tahap tersebut dihubungkan dengan pola pemikiran tertentu. Selanjutnya Comte menjelaskan bahwa setiap kemunculan tahap baru akan diawali dengan pertentangan antara pemikiran tradisional dan pemikiran yang berdifat progresif. Sebagaimana Spencer yang menggunakan analogi perkembangan mahkluk hidup, Comte menyatakan bahwa dengan adanya pembagian kerja, masyarakat akan menjadi semakin kompleks, terdeferiansi dan terspesialisasi.
Membahas tentang perubahan sosial, Comte membaginya dalam dua konsep yaitu social statics (bangunan struktural) dan social dynamics (dinamika struktural). Bangunan struktural merupakan struktur yang berlaku pada suatu masa tertentu. Bahasan utamanya mengenai struktur sosial yang ada di masyarakat yang melandasi dan menunjang kestabilan masyarakat. Sedangkan dinamika struktural merupakan hal-hal yang berubah dari satu waktu ke waktu yang lain. Perubahan pada bangunan struktural maupun dinamika struktural merupakan bagian yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
Kornblum (1988), berusaha memberikan suatu pengertian tentang perubahan sosial. Ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun immaterial. Penekannya adalah pada pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan.
Moore (2000), perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990). Aksi sosial dapat berpengaruh terhadap perubahan sosial masyarakat, karena perubahan sosial merupakan bentuk intervensi sosial yang memberi pengaruh kepada klien atau sistem klien yang tidak terlepas dari upaya melakukan perubahan berencana. Pemberian pengaruh sebagai bentuk intervensi berupaya menciptakan suatu kondisi atau perkembangan yang ditujukan kepada seorang klien atau sistem agar termotivasi untuk bersedia berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial.
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang  Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974), hal. 217 mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi lain struktur masyarakat. Lembaga social ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Definisi lain dari perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi dalam lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya. Tekanan pada definisi tersebut adalah pada lembaga masyarakat sebagai himpunan kelompok manusia dimana perubahan mempengaruhi struktur masyarakat lainnya (Soekanto, 1990). Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis dan kebudayaan. Sorokin (1957), berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan sosial tidak akan berhasil baik.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).


MASYARAKAT TERTUTUP, MASYARAKAT TERBUKA SERTA STRATIFIKASI SOSIAL
Pengertian Masyarakat

Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia:
1) Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2) Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3) Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4) Menurut Paul B. Horton & C.Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

Kelompok manusia yang lebih besar dapat disatukan dengan gagasan kesamaan nenek moyang (suku, etnis) atau kesamaan fokus budaya atau materi (bangsa atau negara bagian), sering dibagi lebih lanjut menurut struktur kelas sosial dan hirarki. Sebuah suku dapat terdiri dari beberapa ratus individu, sementara negara bagian modern terbesar berisi lebih dari semilyar.
Konflik kekerasan di antara kelompok-kelompok besar disebut peperangan. Kesetiaan / pengabdian untuk kelompok yang besar seperti ini disebut nasionalisme atau patriotisme. Dalam keekstriman, perasaan pengabdian terhadap sebuah lembaga atau kewenangan dapat mencapai keekstriman pathologi, yang berakibat hysteria massa (gangguan syaraf) atau fasisme. Antropologi budaya menjelaskan masyarakat manusia yang berbeda-beda, dan sejarah mencatat interaksi mereka berikut kesuksesan yang dialami.
Organisasi dan pemerintahan bentuk modern dijelaskan oleh Ilmu Politik dan Ekonomi. masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek, sastra serta filsafat. Perkotaan paling awal di dunia ditemukan di dekat rute perdagangan penting kira-kira 10.000 tahun lalu (Yeriko, Çatalhöyük).
Kebudayaan manusia dan ekspresi seni mendahului peradaban dan dapat dilacak sampai ke palaeolithik (lukisan goa, arca Venus, tembikar / pecah belah dari tanah). Kemajuan pertanian memungkinkan transisi dari masyarakat pemburu dan pengumpul atau nomadik menjadi perkampungan menetap sejak Milenium ke-9 SM. Penjinakan hewan menjadi bagian penting dari kebudayaan manusia (anjing, domba, kambing, lembu). Dalam masa sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang bahkan lebih pesat (lihat Sejarah iptek).



Masyarakat Terbuka
Istilah masyarakat terbuka ( open society) pertama kali diperkenalkan oleh Henri Hergson pada tahun 1932 ketika ia menerbitkan bukunya, “two sources of religion and morality” masyarakat terbuka adalah satu idea yang dimajukan oleh ahli falsafah Henri Bergson. Yakni masyarakat yang tidak memiliki dinding-dinding yang membatasi sekaligus berani membuka diri dengan peradaban yang ada di masyarakat.
Di dalam satu masyarakat terbuka, kerajaan bertindak balas, mendengar dengan baik dan mempunyai sistem politik yang tulus dan mudah. Negara tidak boleh menyimpan rahsia daripada dirinya sendiri dari konteks kerakyatan. Negara yang bermasyarakat terbuka tidak mempunyai nilai autokratik dan semua pengetahuan diketahui oleh semua. Kebebasan berpolitik dan hak-hak asasi manusia merupakan asas kepada masyarakat.
Dalam masyarakat terbuka setiap warga memiliki kebebasan menyatakan pendpat dan berekpresi.batasan dari kebebasan menyatakan pendapat dan berekprsi adalah auran-aturan hukum yang demokratis, dan bukan saja hak-hak dasar manusia sebagaimana diakui deklarasi universal hak asasi manusia dan dijamin oleh undang-undang dasar 1945, tetapi juga prasyarat dasar bagi kemajuan manusia.

Masyarakat Tertutup
Masyarakat tertutup adalah system di mana perbedaan pendapat hilang atau menjadi sangat minim karena adanya kelompok tertentu, ( bisa masyarakat, bisa Negara, atau system ekonomi fundamentalisme).yang melakukan klaim-klaim kebenaran hakiki dimana klaim-klaim itu dilakukan dengan ancaman dan tekanan, baik berupa verbal, massa, senjata dan yang lainnya.
Pada masyarakat ini, manusia terkungkung sekaligus statis dan tidak berkembang di karenakan kemandegannya.

Tipe – Tipe Masyarakat dalam Menyikapi Perubahan
a.Masyarakat Terbuka
  Dalam menerima perubahan, pada masyarakat terbuka dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.Masyarakat yang Menerima Perubahan dengan seleksi
  Dalam tipe masyarakat yang demikian, perubahan yang ada disikapi dengan sikap selektif. Artinya perubahan yang membawa dampak positif bagi nilai-nilai di masyarakat tersebut akan diterima dengan tangan terbuka, sebaliknya perubahan yang dapat menimbulkan rusaknya norma-norma sosial yang telah ada ditolak keberadaannya. Masyarakat seperti ini tergolong masyarakat modern
  berikut adalah ciri-ciri masyarakat modern:
1.Sikap hidup yang dapat menerima hal-hal baru dan terbuka untuk perubahan
2.Mempunyai keberanian untuk mengemukakan pendapat
3.Lebih mengutamakan masa kini, sangat menghargai waktu
4.Memiliki perencanaan dan pengorganisasian
5.Yakin pada IPTEK dari pada hal-hal gaib (mistik)
6.Penuh perhitungan dan percaya diri
7.Menghargai harkat hidup orang lain
8.Memiliki sikap keadilan dan pemerataan
2. Masyarakat yang Menerima Perubahan Tanpa Seleksi
  Semua unsur-unsur yang masuk dalam suatu masyarakat dianggap baik dan lebih maju, sehingga perlu diikuti, terutama unsur-unsur budaya dari dunia barat. Hal ini karena perkembagan ilmu dan teknologi mereka demikian maju dan cepat perkembangannya.
  Keadaan ini membuat sebagian masyarakat lupa bahwa tidak semua yang datang dari barat merupakan hal-hal yang modern. Proses menerima semua unsur-unsur barat tanpa seleksi disebut WESTERNISASI 
  Semua yang datang dari barat tidak dapat digolongkan modern. Pergaulan bebas, seks bebas, merupakan kerusakan moral dan tidak sesuai dengan nilai dan norma bangsa Indonesia.
  Modern tidak sama denga westernisasi. Hal ini berarti tidak semua yang datang dari Barat itu modern. Westernisasi harus kita tolak. Kita bukan orang Barat, tapi orang Indonesia yang memiliki nilai-nilai budaya dan norma-norma sosial sendiri yang jauh lebih baik dari norma-norma sosial yang ada di Barat.
b. Masyarakat Tertutup
  Masyarakat tertutup sulit menerima perubahan. Mereka bersifat bahwa perubahan akan menyebabkan hilangnya keaslian budayanya. Mereka menutup diri akan perubahan, adakalanya mereka menerima perubahan namun sifatnya terbatas bahkan ada yang tak mau menerimanya sama sekali. Mereka tak mau bergaul dengan masyarakat luar.
  Masyarakat Papua, masih ada suku-suku yang hampir belum mengalami perubahan, kehidupan mengembara di hutan, mengumpulkan makanan berupa daun-daunan, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden) bahkan mereka belum menggunakan pakaian
Ciri – Ciri Masyarakat Tertutup
1.Tak mau kehilangan budaya aslinya
2.Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat
3.Memiliki sifat etnosentrisme yang tinggi
4.Terlalu kuat memegang tradisi dan ideologi kelompok
5.Mobilitas sosial rendah



Perilaku Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
  Kita telah belajar tentang perubahan sosial budaya dan globalisasi beserta dampak perubahan sosial budaya dan globalisasi. Perubahan sosial budaya pada masyarakat menimbulkan adanya perilaku positif dan negatif. Berikut ini beberapa contohnya
A.Perilaku Positif Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
1.Percaya Pada Diri Sendiri
  Orang yang percaya diri tidak membiarkan kebiasaan lama, orang lain, dan kondisi lingkungan mendikte nasibnya. Dia menunjukkan sikap dan menentukan diri sendiri arah hidupnya. Ia tak pernah terkurung adalam ketakutan, melainkan selalu berusaha melakukan tindakan membangun. Orang seperti ini melihat perubahan sebagai sesuatau yang wajar. Perubahan adalah tantangan dan kesempatan untuk berkembang. Ia juga yakin bahwa ia dapat melewati setiap tantangan sebagai dampak dari perubahan itu

  Orang yang percaya diri akan meniali dirinya secara jujur. Ia sadar akan semua aset berharga dalam dirinya dan selalu berusaha menemukan aset lain yang belum dikembangkan. Ia juga membuat analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats atau kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman) dalam dirinya.
  Hasil dari analisis ini digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistis
2. Berpikir Rasional
  Menurut Habermas, rasionalitas adalah kemampuan berpikir secara logis dan analitis. Berpikir secara analitis berarti berusaha menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan sebenarnya. Cara berpikir rasional merupakan cara berpikir dimana orang mempertimbangkan akal budinya dalam memutuskan sesuatu.
  Orang seperti ini tak menerima begitu saja sebuah unsur baru. Ia akan selalu menyelidikinya dan mempertimbangkannya.
  Orang seperti ini akan cenderung mudah menerima sesuatu yang masuk akal. Bila perubahan itu mengarah pada sesuatau yang baik, yang masuk akal ia akan menerima perubahan itu.
  Bila perubahan itu tidak masuk akal, dan negatif ia akan dengan segera menolaknya
3. Terbuka Pada Inovasi
  Orang yang terbuka pada inovasi akan cenderung dinamis dan mudah berubah. Karena ia senantiasa terdorong untuk lebih dalam mengetahui inovasi baru dan dengan segera mempelajarinya.
  Semakin terbuka seseorang terhadap suatu inovasi, semakin besar pula perubahan yang mungkin terjadi
B.  Perilaku Negatif Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
1.Penyalahgunaan Teknologi
  teknologi disisi lain dapat memudahkan dan membantu kehidupan manusia jika digunakan secara bijaksana. Akan tetapi ketika teknologi digunakan secara tidak bijaksana, akan menimbulkan dampak negatif. Misalnya saja teknologi internet digunakan oleh sebagian orang untuk pornografi dan melakukan kejahatan di dunia maya
2. Perilaku Kebarat-Baratan
  Westernisasi adalah suatu asimilasi kebudayaan barat atau proses soosial yang memperkenalkan kebiasaan dan praktik-praktik peradaban Barat. Hal ini terjadi karena mereka menganggap semua yang dari Barat modern. Mereka bertingkah seperti orang Barat agar dianggap modern. Buktinya yaitu gaya hidup mereka yang ala barat, mulai dari cara berpakaian hingga pola makan.
  Bila diamati, budaya Barat berpotensi mengubah cara berpikir, cara bekerja, dan cara hidup kita. Ketiga aspek ini tak semuanya negatif atau positif. Dari ketiga aspek itu, cara hidup lebih cepat berubah daripada cara berpikir ataupun cara bekerja. Tanpa sadar masyarakat membiarkan kebudayaan Baratmengubah pola hidup mereka. Gaya hidup masyarakat yang khas sudah mulai menghilang
 3. Konsumerisme
  Konsumerisme merupakan sikap atau perilaku suka membeli barang untuk mendapatkan prestise atau gengsi tertentu, tanpa memperhatikan kegunaanya. Perilaku seperti ini lebih mendahulukan pemenuhan keinginan dengan gaya hidup mewah daripada pemenuhan kebutuhan pokok.
Dampak Perilaku Masyarakat Terhadap Perubahan Sosial Budaya
a.Integrasi Sosial
  Manusia atau masyarakat menemukan sistem nilai dan falsafah hidup baru. Apabila hal ini terjai, maka unsur-unsur yang berbeda dapat saling menyesuaikan, berarti yang terjadi adalah integrasi sosial
b. Disintegrasi Sosial
  Disintegrasi sosial terjadi ketika unsur-unsur sosial yang berbeda yang ada dalam masyarakat tidak mampu menyesuaikan diri satu sama lain. Ketika unsur sosial yang satu memaksakan diri, maka unsur sosial yang lainnya akan memberontak atau melawan.
  gejala disintegrasi sosial antara lain sebagai berikut:
1.Tidak adanya persamaan pandangan mengenai tujuan semula yang ingin dicapai.
2.Norma-norma masyarakat mulai tidak berfungsi dengan baik sebagai alat pengendalian sosial demi mencapai tujuan bersama.
3.Terjadi pertentangan antarnorma-norma yang ada dalam masyarakat.
4.Sanksi yang diberikan kepad pelanggar norma tidak dilaksanakan secara konsekuen.
5.Tindakan-tindakan warga masyarakat tidaklagi sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
6.Terjadi proses-proses sosial yang bersifat disosiatif
Bentuk-Bentuk Disintegrasi Sosial
1.Aksi protes dan demonstrasi
2.Kriminalitas
3.Kenakalan remaja
4.Pelacuran
5.Pergolakan daerah

Sikap Kritis terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
a.Sikap Positif terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
1.Terbuka (Open Minded)
Masyarakat dapat bersikap terbuka pada perubahan sosial budaya. Masyarakat akan memperhatikan sesuatu yang baru yang ada disekitar mereka. Setelah itu mereka melakukan seleksi akan pengaruh tersebut.
Bangsa Indonesia sejak dulu merupakan bangsa yang terbuka terhadap budaya dari luar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya asimilasi maupun akulturasi yang ada di Indonesia. Kebudayaan Betawi misalnya, merupakan asimilasi dari kebudayaan Indonesia, Melayu, Cina, Timur Tengah dan Eropa.
2.Antisipatif
Antisipatif adalah sikap tanggap terhadap sesuatu yang sedang dan akan terjadi. Setelah bersikap terbuka dengan perubahan yang terjadi, kita juga harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan dan fenomena yang terjadi
3.Selektif
Selektif memiliki dua makna, yang pertama melalui seleksi atau penyaringan, yang kedua mempunyai daya pilih.
Setelah mengetahui bahwa suatu perubahan sosial budaya memiliki pengaruh baik atau buruk, masyarakat kemudian melakukan proses seleksi yakni memilih pengaruh manakah yang memberikan manfaat besar bagi dirinya ataupun orang lain
4.Adaptif
Apabila seseorang telah memutuskan bahwa suatu kebudayaan telah membawa pengaruh positif bagi dirinya dan orang lain, ia akan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Dengan cara seperti itu, ia akan mudah mengikuti dan menyerap perubahan itu
5.Tidak Meninggalkan Kebudayaan Asli
Meski kita telah menerima kebudayaan dari luar, dan telah beradaptasi dengan kebudayaan tersebut. Hendaklah kebudayaan asli kita senantiasa kita jaga dan lestarikan agar jangan sampai hilang. Karena kebudayaan asli kita adalah suatu yang unik dan memiliki nilai yang tinggi
6.Sikap Negatif terhadap Pengaruh Perubahan Sosial Budaya
1.Tertutup dan Curiga
Sikap tertutup biasanya dimiliki oleh masyarakat yang sudah terlanjur menikmati dan tenang berada di dalam kebudayaannya yang mapan. Mereka akan merasa tidak senang apabila ada pengaruh kebudayaan lain yang mencoba masuk kedalamnya.
Perubahan sosial budaya yang masuk dianggap akan merusak tatanan yang ada. Sikap tertutup dan curiga ini merupakan salah satu  ciri masyarakat tradisional
7.Acuh tak Acuh dan Apatis
Sikap ini mirip dengan sikap tertutup. Hanya saja sikap ini memiliki perbedaan dengan sikap tertutup dalam hal merasakan perubahan yang datang. Sikap tertutup, masyarakatnya merasakan penuh pengaruh perubahan itu, akan tetapi sikap acuh tak acuh dan apatis ini masyarakat atau individu belum tentu merasakan pengaruh perubahan.
Pada sikap acuh tak acuh ini, masyarakat tak mau tahu dengan apa yang sedang terjadi, karena pengaruh yang ada tak berdampak apa-apa pada dirinya.
8.Tidak Selektif dan Tidak Berinisiatif
Tidak selektif berarti tak mampu memilah-milah pengaruh perubahan sosial budaya manakah yang bermanfaat atau tidak bagi dirinya.
Tidak inisiatif berarti tidak memiliki ide atau prakarsa untuk berbuat sesuatu. Segala sesuatunya ditentukan oleh pihak lain. Dalam menghadapi perubahan sosial budaya, orang yang punya inisiatif akan mudah diombang-ambingkan pengaruh dari luar dirinya


DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2006. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Gunadarma. ____. Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Bab 1 Ruang Lingkup. [online]. Tersedia:http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_sosiologi_dan_ilmu_sosial_bab1_ruang_lingkup_sosiologi.pdf [8 Februari 2012]
Soekanto, Suryono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Astrid S.Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, TK.Bica Cipta, 1979
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan PenerbitUniversitas Indonesia, 1974
Kun Maryati dan Juju Suryawati. 2007. Sosiologi untuk SMA dan MA Kelas X

Niniek Sri Wahyuni dan Yusniati. 2007. Manusia dan Masyarakat, Pelajaran Sosiologi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Ganeca Exact. - See more at: http://sosiologipendidikan.blogspot.com/2009/08/nilai-dan-norma-sosial.html#sthash.bivacEBW.dpuf

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Hlm. 5

Pitirim Sorokin. 1928. Contemporary Sociological Theories. New York: Harper. Hlm. 25

Ritzer George, J. Goodman Douglas, 20100 Teori Sosiologi, Bantul: Kreasi Wacana.

Worsley Peter, 1992 Pengantar Sosiologi: Sebuah Pembanding, pent, Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: PT: Tiara Wacana Yogya.

M. Siahaan Hotman, 1997, Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi, Yogyakarta: IKAPI.